Nasional

Setya Novanto dan Kasus-Kasus Dugaan Korupsi

Posted on

Belum kelar urusan skandal korupsi e-KTP yang di dalamnya nama Ketua DPR Setya Novanto disebut-sebut ikut menikmati uang jarahan tersebut, kini muncul kabar bahwa ketua umum Golkar itu tersangkut kasus lain.

Kali ini, Setnov melalui perusahaan miliknya yakni PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM) dinilai memiliki masalah terkait kontrak 25 tahun untuk membangun sarana wisata, termasuk hotel, di Pantai Pede, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

Pantai Pede, yang berlokasi di pesisir kota Labuan Bajo merupakan satu-satunya wilayah di Manggarai Barat yang menjadi target pengembangan pariwisata oleh pemerintah pusat. Yang menjadi masalah adalah sejak UU No 8 Tahun 2003 tentang pembentukan kabupaten Manggarai Barat (Mabar), seluruh aset yang selama ini dimiliki oleh Provinsi NTT di daerah itu harus diserahkan kepada Pemda Manggarai Barat, termasuk Pantai Pede.

Akan tetapi, Pemerintah Provinsi NTT menyerahkan pengelolaan Pantai Pede kepada PT SIM tersebut. Hal ini dinilai oleh masyarakat Mabar menyalahi undang-undang dan merugikan pendapatan daerah mereka. Selain itu, masyarakat juga mengaku kehilangan area publik untuk rekreasi karena pantai itu dimonopoli oleh korporasi milik Setya Novanto itu.

Oleh karena itu, elemen masyarakat Manggarai Barat melaporkan kasus ini ke Biro Hukum Kemendagri, yang kemudian menyanggupi akan turun tangan dengan memanggil Gubernur NTT Lebu Raya yang bertanggungjawab menyerahkan pantai Pede ke perusahaan milik Setya Novanto. Saat ini pembangunan fasilitas hotel sedang berlangsung.

Kasus ini menambah deret isu jorok yang melanda Setya Novanto yang sebelumnya sudah tenar dengan sejumlah kasus, akan tetapi selalu lolos, seperti yang kita ketahui bersama.

Dalam skandal e-KTP yang lagi marak dibahas, nama Setya Novanto juga tidak luput dari pembicaraan. Dalam dakwaan Setjen Dukcapil Kemendagri, Iman, di pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu, Setya Novanto yang saat kasus ini muncul menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar (2009-2014) disebut menerima jatah suap terbesar dengan nilai 11 persen dari total anggaran untuk proyek pengadaan e-KTP Rp 5,9 triliun.

Angka 11 persen tersebut adalah “jatah” Golkar yang diberikan lewat Setya Novanto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebesar Rp 574,2 miliar. Dalam surat dakwaan tersebut, Setnov terlibat dari awal hingga proyek busuk itu tembus. Hampir separuh dari total proyek dijadikan bancakan oleh orang-orang rakus di DPR dan Kemendagri, yang menyebabkan negara kecolongan 49 persen dari total proyek atau mencapai Rp 2,558 triliun. Sebagain dana, sekitar Rp 200 miliar sudah dikembalikan atau disita KPK.

Dalam kasus yang masih digarap KPK ini, Setnov bersama kroni di Komisi II diduga membuat kesepakan-kesepakatan jahat tentang rencana penggunaan anggaran yang bombabtis tersebut.

Novanto secara pribadi bersumpah tak pernah membahas apalagi terlibat dalam kasus korups e-KTP. Akan tetapi, melihat banyaknya nama yang disebut dan puluhan pejabat yang mengembalikan uang haram itu, orang pasti meragukan ucapannya.

Apalagi jika melihat jejak rekam Novanto yang dekat dengan jurus kongkalikong. Sebelum terseret isu e-KTP, Setnov tersandung skandal “Papa Minta Saham.” Bersama miliarder Riza Chalid, dia hendak membagi-bagi saham Freeport. Dalam sebuah rekaman, dia menyebut Jokowi keras kepala dan susah diatur. Wow, dia berusaha mengatur presiden!

Kasus belum beres, dia berani hadir dalam kampanye Donald Trump di AS. Akibat dua kasus besar yang berdekatan, Setnov jadi bulan-bulanan di media dan menjadi musuh publik. Singkat cerita, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) hendak memberhentikannya dari jabatan ketua DPR.

Di menit-menit akhir sebelum keputusan pemberian sanksi, dia mengundurkan diri pada 16 Desember 2015. Kasus pun mandeg, dan Setnov tetap menjadi anggota DPR biasa.

Orang kira karir politik Setnov berakhir. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Setnov mengambil langkah-langkah taktis dan pragmatis dengan mendekat ke Presiden Jokowi, orang yang sebelumnya habis-habisan dijadikan bahan gosip bersama Riza Chalid.

Hasilnya, langkahnya menjadi ketua partai Golkar menggantikan Aburizal Bakrie mulus. Dia resmi mengendalikan partai beringin pada 17 Mei 2016, hanya lima bulan dari skandal yang menghebohkan itu.

Enam bulan kemudian, masyarakat dibuat geleng kepala dengan manuver politik Setnov. Dia ternyata berhasil menduduki kembali jabatan yang sebelumnya raib, yakni ketua DPR, dengan “mendongkel” Ade Komaruddin pada 30 November 2016.

Entah kasus apalagi yang akan melibatkan Setya Novanto di kemudian hari untuk meramaikan pemberitaan. Yang jelas dengan statusnya sebagai penguasa plus pengusaha, kasus-kasus panas lain tampaknya akan dekat dengan orang satu ini.

Terbanyak Dibaca

Exit mobile version