Nasional
Pusaran Korupsi di BUMN
RASA bangga muncul saat PT PAL Surabaya melakukan serah terima kapal angkut strategis (strategic sea lift vessel –SSV) karya putera-putera bangsa Indonesia kepada pemerintah Filippina, 13 Mei 2016.
Peristiwa itu membuktikan, galangan kapal di dalam negeri mampu menyisihkan para pesaing lintasnegara, keluar sebagai pemenang tender internasional dalam lelang pengadaan kapal angkut militer.
Namun kabar menyedihkan muncul saat tim penyidik KPK mencokok Manajer Bendahara PT PAL Arif Cahyana dan staf perusahaan rekanan, Agus Nugroho pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) di parkiran apartemen MTH Square, Cawang, Jakarta Timur (30/3).
Dirut PAL M. Firmansyah Arifin ikut diamankan oleh KPK di Surabaya kemudian diterbangkan ke Jakarta, sedangkan tersangka lain, Direktur Keuangan PAL, Syaiful Anwar masih berada di luar negeri.
Dari hasil OTT, tim KPK menemukan tiga amplop berisi uang 25.000 dollar AS (sekitar Rp333 juta), diduga bagian pembayaran uang komisi tahap kedua setelah pembayaran tahap pertama,163.000 dollar AS (sekitar Rp2,18 milyar) pada Desember lalu berjalan mulus.
Singkat cerita, PT PAL meminta bantuan perusahaan perantara dari Filippina, Ashanti Sales Inc. untuk memenangi tender pengadaan kapal jenis SSV buatan BUMN itu dengan nilai kontrak sekitar 87 juta dollar AS atau Rp1,1 triliun lebih.
Demi memuluskan proyek, berdasarkan kesepakatan dengan PT PAL, Ashanti Incorp. memperoleh jasa perantara atau komisi sebesar 4,75 persen (4,1 juta dollar AS atau Rp55 milyar).
Namun hitung-hitungannya ternyata tidak hanya sampai disitu, karena berdasarkan “deal-deal” di bawah tangan, Ashanti Incorp. bersedia untuk hanya menerima 3,5 persen, sedangkan selebihnya, 1,25 persen (1,087 juta dollar atau sekitar Rp14 milyar) dibagi-bagikan pada bos-bos PT PAL.
Filipina memesan dua unit SSV, jenis kapal logistik berbobot 7.200 ton yang mampu mengangkut sekitar satu batalion pasukan (600 orang), dua helikopter, empat kendaraan lapis baja atau tank ringan, empat truk dan jenis empat kendaraan beroda empat lainnya.Pesanan pertama, BRP Benigno Aquino diserahkan oleh Wapres Jusuf Kalla pada 13 Mei 2016, sedangkan pesanan kedua, BRP Davao del Sur akan diserahkan akhir April.
Pejabat BUMN telibat rasuah
Kasus dugaan keterlibatan bos BUMN bukan pertama kali. Dari 557 tersangka yang ditetapkan KPK sepanjang periode 2004 – 2016, 38 diantaranya pejabat di lingkup BUMN atau BUMD .
Segudang prestasi yang diukir mantan Dirut PT Garuda Indonesia Tbk Emirsyah Satar tidak menyurutkan langkah KPK mengendus keterlibatannya di tengah pusaran skandal rasuah.
KPK mempersangkakan Emirsyah atas dugaan menerima suap Rp20 milyar untuk jasanya menggolkan pembelian mesin Rolls-Royce tipe Trent 700 yang akan dipasang pada armada terdiri dari 50 pesawat Airbus milik Garuda.
Kasus-kasus dugaan rasuah yang menonjol a.l. terhadap mantan Dirut Pelindo II RJ Lino yang disangkakan pada proyek pengadaan derek peti kemas dermaga (quaicontainer crane).
Mantan Kadiv Konstruksi PT Adhi Karya TB M. Noor divonis 4,5 tahun penjara karena terlibat proyek pusat olahraga, Hambalang dan Dirut PT Sang Hyang Seri Eddy Budiono sebagai tersangka terkait korupsi subsidi benih tanaman pangan.
Sedangkan petinggi PT Brantas Abipraja yakni Sudi Wantoko (Dir. Keuangan) dan Manajer Keuangan Dandung Pamularno dalam kasus penyuapan terhadap kepala Kejati Jakarta.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengungkapkan keprihatinannya, korupsi berlangsung di BUMN yang menghasilkan dan menjual produk strategis ke luar negeri sehingga hal itu mencederai kebanggaan nasional.
Sedangkan peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Oce Mardril menilai, buruknya tata kelola, rendahnya integritas penyelenggara negara dan ringannya hukuman bagi koruptor telah ikut membuka peluang bagi BUMN menjadi lahan korupsi.
Di era Orde Baru, BUMN dengan mudah berlindung di balik fungsi klisenya atas nama agent of development sehingga sering disalahgunakan oleh para petingginya atau politisi.
Sedangkan di era reformasi dan gencarnya OTT oleh KPK saat ini, masih ada saja yang elite BUMN yang mencoba-coba mengail di air keruh, memperkaya dirinya.
Mata dan telinga KPK harus lebih tajam lagi mengendus setiap potensi korupsi, termasuk terhadap BUMN yang sukses meraup laba sekali pun.