Nasional

Pro Kontra Wacana Program Sertifikasi Perkawinan

Posted on

JAKARTA – Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) berencana mencanangkan program sertifikasi perkawinan.

Program sertifikasi perkawinan tersebut nantinya akan menjadi salah satu syarat pernikahan bagi para pasangan yang akan menikah.

Adapun cara untuk mendapatkan sertifikasi tersebut adalah dengan mengikuti bimbingan pranikah.

Bagi yang lulus bimbingan, maka ia berhak mendapatkannya dan bisa menikah. Hal sebaliknya, berlaku bagi yang tidak lulus.

Mengapa Harus Lulus Bimbingan Pranikah?

Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan, sertifikasi terhadap pasangan yang akan menikah penting agar mereka mengetahui bagaimana membangun keluarga.

“Jadi sebetulnya setiap siapapun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga,” kata Menko PMK Muhadjir saat ditemui di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019).

Lebih jauh, Deputi VI Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK Ghafur Darmaputra menjelaskan, pada intinya bimbingan dilakukan untuk mempersiapkan warga Indonesia menjadi sumber daya manusia (SDM) yang unggul ke depannya.

Antara lain untuk menciptakan SDM sehat seperti bebas dari stunting, cacat, dan lainnya.

“Intinya untuk mempersiapkan manusia Indonesia seutuhnya. Bebas dari stunting, cacat dan seterusnya,” kata dia.

Menurut Ghafur, pengetahuan tentang pernikahan diperlukan oleh setiap pasangan.

Hal tersebut agar pasangan yang berencana menikah dapat mempersiapkannya dengan baik.

“Pengetahuan akan pernikahan perlu dipersiapkan dengan baik,” kata dia.

Apa Saja yang didapatkan Saat Bimbingan Pranikah?

Menko PMK menyebutkan, dalam bimbingan pranikah tersebut, pasangan yang akan menikah akan dibekali pengetahuan seputar kesehatan alat reproduksi, penyakit-penyakit yang berbahaya yang mungkin terjadi pada pasangan suami istri dan anak, hingga masalah stunting.

“Untuk memastikan bahwa dia memang sudah cukup menguasai bidang-bidang pengetahuan yang harus dimiliki itu harus diberikan sertifikat,” ujar Muhadjir.

Kelas bimbingan untuk setiap calon suami istri hingga akhirnya mendapat sertifikat rencananya akan dilaksanakan selama tiga bulan.

Para narasumber bimbingan berasal dari Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan yang akan memberikan informasi seputar pengetahuan bidang bersangkutan.

Bagi mereka yang tidak lulus sertifikasi ini, maka mereka tidak diperkenankan menikah terlebih dahulu.

Program Masih Disiapkan

Wacana soal program sertifikasi pernikahan ini masih dipersiapkan.

Kendati demikian, nantinya saat berlaku, program sertifikasi ini akan berlaku bagi semua pasangan yang akan menikah apapun agamanya.

“Nantinya ini berlaku untuk semua yang akan menikah, tidak melihat agamanya,” ujar Ghafur.

Meskipun berlaku bagi semua pasangan yang akan menikah, kata dia, namun akan ada target peserta yang terkena aturan tersebut.

Hanya saja, penentuan peserta tersebut masih akan dibahas lebih lanjut lagi.

“Akan ada target pesertanya, tapi penentuan pesertanya masih akan dibahas,” kata dia.

Pihaknya memastikan bahwa rencana penerapan aturan ini adalah dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan memperbaiki kualitas manusia Indonesia dari hulu.

Mereka yang kontra

Rencana ini rupanya menuai pro kontra. Dari parlemen, Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang menilai bahwa wacana tersebut membuat pemerintah terlalu dalam karena mengurus persoalan privat masyarakat.

“Pak Muhadjir (Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy) jangan membuat kegaduhan di Republik ini, urusan nikah sangat privat, bila sudah memenuhi syarat dari sudut keyakinan dari masing-masing orang, jangan dibuat persyaratan yang tak perlu,” kata Marwan saat dihubungi Kompas.com, Jumat, (15/11/2019).

Menurut dia, kebijakan ini akan memicu sejumlah persoalan, misalnya, bila ada pasangan yang tidak lulus kelas pra-nikah dan tak mendapat sertifikasi, dikhawatirkan akan melakukan perzinaan.

Ia juga mengatakan, tak ada jaminan dengan sertifikasi tersebut pasangan suami-istri akan terhindar dari perceraian.

“Berikutnya siapa yang menerbitkan sertifikat dan apa pertanggungjawaban atas tidak lulusnya seseorang yang menghambat pernikahan, atau lulus dan boleh menikah tapi cerai, bolehkah otoritas sertifikat digugat,” ujar dia.

Hal senada disampaikan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik. Ia meminta agar program tersebut tidak menjadi sebuah kewajiban.

“Kalau (dijadikan) kewajiban itu berarti menambahkan suatu hal tertentu yang sebenarnya tidak bisa dijadikan sesuatu yang wajib. Sehingga, nanti orang komplain kalau itu dibuat jadi kewajiban,” ujar Ahmad di sela-sela mengisi diskusi di Grand Sahid Jaya, Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2019).

Kata Wapres Ma’ruf Amin

Wakil Presiden Ma’ruf Amin angkat bicara soal wacana sertifikasi pernikahan tersebut.

Menurut dia, sertifikasi pembekalan pranikah tidak untuk mengatur seseorang boleh atau tidak boleh menikah.

Menurut Ma’ruf, pembekalan dan sertifikasi hanya bertujuan memberikan pemahaman membangun rumah tangga yang baik, bukan meluluskan atau melarang orang menikah.

“Itu (pembekalan) penting memang untuk adanya istilahnya itu memberikan pelatihan pada pranikah. Karena supaya ketika dia nikah itu dia sudah siap mental dan fisik, terutama dalam menghadapi kemungkinan pencegahan stunting,” ujar Ma’ruf di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (15/11/2019).

“Bukan berarti yang enggak punya sertifikat enggak boleh nikah, ini menakutkan. Substansinya yang kita pentingkan,” lanjut dia.

Ma’ruf mengatakan, pembekalan pranikah bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada warga negara tentang pentingnya membangun rumah tangga yang kuat dmei SDM berkualitas.

Terbanyak Dibaca

Exit mobile version