Nasional
Isu SARA selama Pilkada buat investor asing takut ke Indonesia
Isu SARA selama Pilkada buat investor asing takut ke Indonesia
Mixberita. Direktur Institut For Development Of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, mengatakan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) membuat iklim investasi dan kepercayaan asing menjadi menurun.
“Pilkada ini malah orang lebih dikhawatirkan, takut ada kerusuhan. Ini kan malah mengerem investasi,” ujar Enny di Kantornya, Jakarta, Kamis (9/2).
“Belanja untuk mobilisasi masa itu cukup signifikan, tapi itu tidak berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat. Ini lebih banyak ke konsultan politik, untuk iklan. Itu yang dapat aliran dana Pilkada,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Rumadi mengatakan isu SARA merupakan fakta yang kerap terjadi dalam dunia politik.
“Isu SARA dalam politik sebetulnya sudah lama. Jauh sebelum ini sudah mengenal persoalan suku dan agama, itu bagian dari politik,” kata Rumadi dalam diskusi bertajuk tolak SARA dalam Pilkada di Kedai Deli, Jakarta.
Isu SARA kerap dilontarkan saat kampanye Pilkada salah satunya soal keyakinan beragama yang selalu menjadi ‘senjata’ untuk menjatuhkan lawan politik. Di tempat yang sama, pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengungkapkan isu SARA dimanfaatkan oleh kepentingan sebagian kelompok dalam berpolitik.
“Hal ini jelas menggambarkan bahwa mereka memanfaatkan isu SARA tidak memiliki modal sosial dan politik. Sehingga mendorong isu itu ketika dia tidak memiliki gagasan yang bisa membuat publik yakin,” bebernya.
Hal senada juga diutarakan aktivis dari Aspirasi Indonesia Iwan Djo, bahwa isu SARA di dunia politik jika dilihat dari sejarah politik menggunakan isu SARA akan berujung pada kekerasan dan kehancuran. Isu yang digunakan juga tidak sesuai dengan konstitusi dan terminologi kafir tidak bisa digunakan dalam istilah kebangsaan.
“Kafir itu terminologi Islam, bukan publik. Tidak ada warga negara kafir. Yang ada hanya dalam pandangan agama. Penggunaan kata kafir salah sekali dalam dunia politik,” pungkasnya.