Nasional

Beda Kekuatan Politik Antara Jokowi dan Jusuf Kalla

Posted on

Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia Hamdi Muluk menilai Wakil Presiden Jusuf Kalla bisa diuntungkan secara politik lewat posisinya sebagai ketua Dewan Masjid Indonesia, tapi bisa juga tidak.

“Begini penjelasannya, mayoritas umat Islam yang moderat itu ada di NU dan Muhammadiyah. Mereka secara umum tidak nyaman dengan mempolitisasi agama dengan cara yang brutal seperti di (pilkada) DKI kemarin,” kata Hamdi.

Pernyataan Hamdi terkait dengan isu Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla tidak bertemu secara politik karena masing-masing memiliki agenda, terutama menjelang pemilihan presiden periode 2019-2024.

Lebih jauh, Hamdi mengatakan mereka yang menjabat sebagai pengurus masjid cenderung memiliki ciri yang agak keras. Sedangkan mereka yang memiliki ciri moderat, seperti kader NU dan Muhammadiyah, cenderung malas menjadi takmir masjid.

“Kalau kita asumsikan dewan masjid itu adalah takmir – takmir masjid, yang itu di bawah dewan mesjid itu, dibawah JK, maka Jokowi kecolongan di sini. JK lebih berpengaruh,” ujar Hamdi.

Tapi, menurut Hamdi, Jokowi dapat mengejar ketertinggalan, misalnya dengan cara mendekati kelompok Islam moderat.

“Kalau Jokowi bisa mengimbangi semua itu dengan cara mendekati kelompok NU dan Muhammadiyah dan muslim-muslim moderat lainnya, pengaruh dewan masjid bisa diimbangi,” tutur Hamdi.

Hamdi mengingatkan Jokowi untuk berhati-hati merespon sikap kelompok Islam konservatif.

“Harus terukur menanganinya. Kalau perkaranya dicari-cariin, dengan mudah publik katakan itu mengkriminalisasi,” ujar Hamdi.

Tapi, jika fakta hukum dalam penindakan terhadap mereka yang dinilai Islam garis keras kuat, hal ini menguntungkan Jokowi secara politik.

“Karena begini, banyak juga orang yang Islam moderat terutama, yang cemas dengan tokoh-tokoh radikal ini, seolah-olah diberi panggung. Ini kan cenderung dibiarkan oleh Jokowi. Mereka ingin yang garis keras ini juga ditindak,” kata Hamdi.

“Karena kalau ini dibiarkan mereka bisa membuat masyarakat akan menjadi teradikalisasi. Diseret-seret ke kutub kanan dan ekstrim terus,” Hamdi menambahkan.

Terbanyak Dibaca

Exit mobile version