Nasional
Ahok atau Anies yang Bakal Menang, Sangat Sulit Diprediksi
Optimisme kemenangan sama-sama ditunjukkan oleh kubu calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang bakal bertarung di putaran kedua pilkada.
Mencermati hasil hitung cepat lembaga survei saat pemungutan suara 15 Februari lalu, dan real count rekapitulasi salinan C1 berdasarkan data yang sudah terkumpul 100 persen oleh KPU DKI, selisih suara dua pasangan calon itu memang terpaut tipis.
Hingga Sabtu kemarin, berdasarkan data yang menunjukkan penghitungan sudah 100 persen di 13.023 Tempat Pemungutan Suara, Ahok-Djarot meraup suara sebanyak 2.357.587 (42,91 persen) dan Anies-Sandi sebesar 2.200.636 (40,05 persen).
Dengan perbedaan angka yang tipis itu kedua tim sukses menyatakan sangat yakin dapat menambah perolehan suara untuk keluar sebagai juara saat pemungutan suara putaran dua pada April mendatang.
“Pemilih di DKI itu yang emosional dan rasional sama kuatnya, jadi kami sangat optimistis bisa memenangkan Ahok dan Djarot,” ujar anggota Tim Pemenangan Ahok-Djarot Bidang Data dan Informasi Eva Kusuma Sundari.
Sebaliknya, juru bicara tim pemenangan Anies-Sandi, Aryo Djojohadikusumo juga berkeyakinan akan bisa mengantarkan jagonya ke kursi gubernur dan wakil gubernur DKI periode 2017-2022. “Lihat saja nanti kami yang bakal memenangkan putaran kedua karena perolehan suara Ahok sudah tak bisa bertambah lagi kecuali dari golput,” kata Aryo dalam perbincangan dengan CNNIndonesia.com, Sabtu.
Untuk memperkirakan siapa yang bakal memenangkan pertarungan memang tidak mudah. Sulitnya memprediksi kemenangan dalam kalkulasi politik disebabkan tipisnya selisih perolehan suara kedua pasangan kandidat dan segala peluang masih terbuka lebar di sisa waktu yang masih cukup panjang. Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ikhsan Darmawan berpendapat saat ini memang belum bisa diprediksi siapa yang akan jadi pemenang pilkada Jakarta.
Ikhsan mengatakan sejauh ini masih ada waktu selama dua bulan bagi Ahok-Djarot dan Anies-Sandiaga untuk sama-sama berusaha menambah dukungan suara dari berbagai ceruk.
“Yang jelas siapapun yang menang nanti, kemungkinan memang selisihnya tiadk akan terlalu jauh,” ujar Ikhsan. Peneliti serta dosen Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI ini menuturkan di satu sisi Ahok-Djarot mempuyai dukungan finansial yang cukup besar dan juga statusnya sebagai petahana sehingga akses ke sumber-sumber kekuasaan lebih besar.
Namun di sisi lain Ikhsan menilai partai-partai pendukung Agus Harimurti Yudhoyono —yang hampir dipastikan tersingkir— tidak solid untuk mendukung Ahok-Djarot. “Partai-partai yang tadinya menjadi pendukung AHY cenderung akan memberikan suaranya ke Anies,” kata Ihksan.
Sependapat dengan Ikhsan, pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro menganggap pertarungan di putaran kedua semakin sengit dan sukar diprediksi.
Menurut Siti bila pilkada Jakarta dilaksanakan seperti sekarang ini secara free and fair niscaya susah diperkirakan siapa yang menang. Bagi Siti ke depannya yang sangat menarik yaitu masyarakat Jakarta bakal terpengaruh oleh persaingan adu program yang sangat kuat dari kedua pasangan calon. “Calon-calon akan saling ‘menghabisi’ kompetitor dengan program,” kata Siti dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz berpendapat masing-masing pasangan calon mempunyai basis pemilih yang perbedaannya cukup signifikan. “Perbedaan perolehan suara menunjukkan latar belakang karakter pemilih, keyakinan keagamaan serta mendasarkan pada visi, misi dan program yang diajukan pasangan calon,” ujar Masykurudin dalam keterangannya kepada CNNIndonesia.com, Sabtu.
Masykurudin menyoroti pasangan calon yang lolos ke putaran dua perlu memperhatikan pemilih yang tidak menyuarakan pilihannya di TPS alias golput. Dengan jumlah pemilih golput sebesar 1.668.902 atau 23 persen dapat menjadi kunci atas untuk meraih kemenangan di putaran kedua.
Selain itu dalam masa dua bulan ke depan, pasangan calon perlu lebih kuat menajamkan visi, misi, dan programnya untuk meyakinkan pemilih golput. “Meyakinkan masyarakat agar datang ke TPS untuk membuktikan pilihannya jauh lebih mudah daripada berusaha mengubah pilihan sebelumnya.”