Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzahmenegaskan, hak angket DPR yang ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kebaikan lembaga tersebut.
DPR menyetujui hak angket menyikapi proses penyidikan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang dilakukan KPK.
“Pengusul mengusulkan konstruksi yang saya kira sangat positif. Karena orientasinya adalah pada kewenangan dan penggunaan uang,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Fahri mengatakan, hak angket itu tidak hanya untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam. Ada beberapa hal yang ingin mendalami.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa hak angket ini bukan bentuk intervensi DPR terhadap perkara yang tengah ditangani KPK.
Menurut dia, nantinya tak hanya KPK yang dimintai penjelasan DPR.
“Saya usulkan seluruh pejabat yang membuat UU KPK itu juga dihadirkan untuk mendapatkan pandangan arah dan orientasi kita dalam menyusun kerangka angket itu. Saya kira banyak, pakar bisa memberi masukan, semua bisa memberi masukan,” tuturnya.
Ia berharap seluruh pihak memandang hak angket ini sebagai hal positif untuk kebaikan KPK.
“Positif bagi kebaikan KPK, karena kalau temuan-temuan bisa diperbaiki tentu KPK-nya bisa lebih baik,” kata Fahri.
Dalam Rapat Paripurna pada Jumat lalu, Taufiqulhadi selaku perwakilan pengusul menyampaikan sejumlah latar belakang pengusulan hak angket itu.
Salah satunya terkait tata kelola anggaran, misalnya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepatuhan KPK Tahun 2015 tercatat 7 indikasi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Selain itu, terkait tata kelola dokumentasi dalam proses hukum penindakan dugaan kasus korupsi, yakni terjadinya “kebocoran” dokumen dalam proses hukum seperti Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan surat cegah tangkal (cekal), serta beberapa temuan lainnya yang akan didalami dalam pelaksanaan hak angket nanti.
Setelah disahkan, DPR langsung dikritik berbagai pihak. Elite parpol belakangan bersikap menolak penggunaan hak angket tersebut.
Usulan hak angket dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam persidangan, penyidik KPK Novel Baswedan yang dikonfrontasi dengan politisi Hanura Miryam S Haryani, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR, agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP.
Menurut Novel, hal itu diceritakan Miryam saat diperiksa di Gedung KPK.
Para anggota DPR yang namanya disebut langsung bereaksi. Penggunaan hak angket kemudian muncul.