Langkah hukum pembubaran organisasi kemasyarakatan (ormas) diatur dalam UU Ormas. Prosesnya cukup lama dan panjang.
Berdasarkan UU Nomor 17/2013 tentang Ormas, ormas dilarang:
1. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan.
2. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.
3. melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak
fasilitas umum dan fasilitas sosial.
5. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan
6. dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan
dengan Pancasila.
Tahapan pembubaran ormas melalui tiga peringatan:
1. peringatan tertulis kesatu.
2. peringatan tertulis kedua.
3. peringatan tertulis ketiga.
Proses pembubaran diajukan ke pengadilan oleh jaksa. Pengadilan wajib memutus dalam waktu maksimal 60 hari. Waktu itu bisa diperpanjang 20 hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung (MA).
“Putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi,” bunyi Pasal 73 Ayat 1.
Pemohon diberi waktu mengajukan kasasi maksimal 28 hari. Setelah itu, MA mengadili proses kasasi itu maksimal 60 hari kerja. Setelah divonis, putusan dikirim ke PN maksimal 20 hari kerja. Setelah berkekuatan hukum tetap, ormas itu resmi bubar.
“Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembubaran ormas berbadan hukum. Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia,” demikian bunyi Pasal 68 Ayat 2 dan Ayat 3.