Nama Oesman Sapta menjadi perbincangan publik setelah polemik dobel jabatan yang dipangkunya, sebagai Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR. Di luar lembaga negara itu, Oesman juga adalah ketua Umum Partai Hanura.
“Anggota DPD RI yang masuk ke parpol itu sah saja dan dibenarkan oleh UU. Jadi agar semua pihak tahu, siapa pun boleh bergabung ke parpol manapun, apalagi kalau itu terserah hati nurani mereka.”
Kalimat itu diucapkan Oso, begitu sapaan akrabnya, ketika publik dibikin heboh dengan terpilihnya dia menjadi ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia pada Selasa 4 April 2017 lalu. Jabatan ganda yang ia emban menjadi penyebabnya.
Sebelum terpilih menjadi ketua DPD RI, Oso sudah lebih dahulu menjabat wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dan juga Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat. Polemik dobel jabatan itu dinilai sejumlah pihak mencederai semangat DPD RI yang ditujukan untuk wakil dari daerah. Sedangkan Oso sendiri adalah Ketua Umum Partai.
“DPD tanpa banyak bersuara maka sudah ada parpol yang menyuarakannya. Jadi kalau banyak orang DPD yang masuk ke parpol maka akan kuat sekali suara DPD di paripurna MPR. Dan ini sangat menguntungkan DPD,” kata Oso menyanggah.
Sebelum hingar-bingar perebutan kursi ketua DPD RI, Oso Sapta tidak banyak menjadi perbincangan publik. Sebagai Ketua Umum partai Hanura, Oso pun tidak banyak berkomentar menyikapi kondisi politik nasional. Namanya masih tertutupi nama besar Jendral Purn Wiranto, si pendiri partai Hanura. Meski jauh dari perbincangan publik, tidak berarti Oso bukan siapa-siapa.
Oso lahir di Sukadana, Kalimantan Barat, pada 18 Agustus 1950. Dia lahir dan tumbuh besar di kota tempat kedua orang tuanya merantau. Ayahnya berasal dari Palopo, sedangkan ibunya berdarah Minang. Dari tempat kelahirannya itulah Oso memulai jejak karir sebagai pengusaha.
Saat kecil dia berjualan rokok dan menjadi kuli angkut karet di perkebunan tak jauh dari rumahnya. Beranjak dewasa dia pelan-pelan merintis usaha perdagangan. Dia membawa kelapa dan jahe untuk dijual di Jakarta, saat pulang dari Jakarta dia membawa sayur-sayuran untuk dijual di Kalimatan. Pada usia 22 tahun, Oso pun terjun ke bisnis konstruksi.
Gurita Bisnis Oso Group
Sukses sebagai kontraktor, Oso melebarkan sayap ke pelbagai sektor usaha. Kini di bawah Oso Group ada 11 perusahaan dengan macam-macam usaha. Di bidang properti Oso memiliki PT Citra Putra Realty yang memiliki klien besar di Bali, Kalimantan dan Jakarta. Beberapa hotel yang sudah dibangun yakni The Stone Hotel di Legian Bali, Makota Kayong Hotel di Kalimantan Barat, Clay Hotel di Jakarta, Grand Mahkota Hotel di Pontianak dan Living Green di Permata Hijau, Jakarta.
Selain properti ada juga perusahaan Oso yang bergerak di bidang investasi dan jual beli saham yakni PT Oso Sekurities yang didirikan tahun 1988. Ada juga PT Oso Manajemen Investasi yang merupakan perusahaan konsultan keuangan untuk perusahaan besar.
Di sektor pertambangan Oso Group miliki PT Karimun Granite di pulau Karimun, Riau. Tambang granite ini merupakan tambang granite terbesar di Asia tenggara yang banyak melayani pasar ekspor. Oso Group juga bermain di tambang batubara di bawah bendera PT Total Orbit Prestasi. Anak perusahaan Oso group ini memiliki konsensi seluas 64.740 ha di Barito Utara Kalimantan Timur dan 649 hektar di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Ada pula PT Mangan Kupang Industri yang mengelola tambang bauksit di Sukadana, Kalimantan Barat tempat kelahiran Oso.
Sektor transportasi tidak luput digarap oleh Oso. Di bidang ini, Oso memiliki tiga anak perusahaan yakni Enggang Air Service yang menyediakan jasa sewa pesawat di Lanud Halim Perdana Kusuma. Ada juga PT Enggang Angkasa Sarana yang bergerak di ground handling di Bandara Ngurah Rai. Di laut, Oso memiliki PT Pelayaran Al-Falah yang melayani transportasi kargo dan heavy equipment.
Di perkebunan Oso juga mempunyai PT Aria Hijau Alam Lestari yang menggarap lahan sawit seluas 22.725 ha di Mempawah Kalimantan Barat. Di perikanan ada PT Industri Perikanan Sukadana yang bergerak di pengelolaan ikan terpadu, penyedia ikan dan udang segar serta produk turunan ikan. PT ini berada di Kayong, Kalimantan Barat.
Dengan banyaknya bisnis yang dikuasai Oso, pada tahun 2016 dia pun tercatat sebagai orang nomor 103 terkaya versi majalah Globe Asia dengan kekayaan $350 juta atau sekitar Rp4,6 triliun. Dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara yang dilaporkan Oso pada April 2015, tercatat Oso memiliki kekayaan Rp335,6 miliar.
Tercantum dalam Panama Papers
Seperti banyak pengusaha Indonesia, setelah sukses Oso pun terjun ke politik. Pada 2002, ia mendirikan Partai Persatuan Daerah. Namun partai itu selalu gagal ikut pemilu karena tidak lolos electoral threshold. Sebelumnya dia sudah menjadi anggota MPR sejak tahun 1999.
Kegagalannya membangun partai seorang diri membuatnya memutuskan hijrah ke partai Hanura. Pada tahun 2016, dia pun secara sah menjabat sebagai Ketua Umum partai yang dirikan Wiranto itu. Jabatan itu pun yang kini dipermasalahkan saat dia terpilih sebagai ketua DPD.
Sebagai politisi Oso tidak banyak menimbulkan kontroversi. Namun sebagai pengusaha Oso pun punya masalah dengan urusan pajak. Pada saat program Tax Amnesty diselenggarakan oleh pemerintah, Oso pun langsung ikut dalam program itu. Dengan segera dia mendeklarasikan harta kekayaannya dan menarik dana dari luar negeri (repatriasi).
Selain Tax Amnesty, nama Oso pun tercatat dalam Panama Paper. Hal itu pun diakuinya dalam wawancaranya dengan Metro TV 6 April 2016 lalu. Oso mengaku memiliki perusahaan offshore di sana untuk pentingan kredit pembelian pesawat Cesna yang kini beroperasi di Papua.
“Bener, tapi tidak selalu jelek, karena dulu saya mengutang pesawat terbang dari Cesna. Kalau pakai perusahaan kita, mereka takut kita tidak bayar utang,” kilahnya.