Nasional

Ribka Tjiptaning Jadi Viral Usai Kritik Kenaikan Iuran BPJS vs Pelayanan Rumah Sakit

Berita Indonesia – Nama Ribka Tjiptaning politisi PDI Perjuangan menjadi perpincangan warganet usai videonya yang berisi kritikan kepada BPJS viral.

Beberapa waktu lalu, sebuah cuplikan video yang menampilkan kritik dari salah seorang anggota Komisi IX Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning menjadi viral.

Dalam video tersebut, Ribka menyampaikan beberapa kritik keras, terutama terkait perbedaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dialami masyarakat Indonesia.

Potongan video tersebut telah diunggah di media sosial.

Salah satunya adalah Twitter, yaitu oleh akun @zakwannur.

Cuplikan tersebut diunggah pada 7 November pukul 16.34 WIB.

Hingga 9 November pukul 19.55 WIB, unggahan tersebut telah memperoleh 15,7 ribu retweet dan 19,5 ribu orang menyukai.

Cuplikan video berdurasi 2 menit 20 detik tersebut sebelumnya telah diunggah secara lengkap pada akun YouTube DPR RI pada Rabu (6/11/2019).

Versi lengkap dari potongan video Ribka Tjiptaning adalah Rapat Kerja antara Komisi IX DPR RI dengan Menteri Kesehatan dan RDP dengan DJSN, BPJS Kesehatan, dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan yang membahas kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Dalam rapat kerja itulah, Ribka menyampaikan sejumlah kritiknya.

Namanya pun viral.

Lantas, siapakah Ribka Tjiptaning?

Ribka Tjiptaning Proletariyati lahir di Yogyakarta, 1 Juli 1959.

Ia merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Orang tuanya adalah Raden Mas Soeripto Tjondro Saputro dan Bandoro Raden Ayu Lastri Suyati.

Ayahnya sempat diketahui memiliki riwayat sebagai anggota Biro Khusus PKI.

Dengan latar belakang tersebut, Ribka tidak menutup-nutupinya.

Bahkan, ia pernah menulis sebuah buku berjudul “Aku Bangga jadi Anak PKI”.

Dalam hal pendidikan, Ribka mengenyam pendidikan formal di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dari tahun 1978 hingga tahun 1990.

Setelah lulus dan menjadi seorang dokter, ia pun membuka sebuah klinik kesehatan di kawasan Ciledug, Tangerang.

Ribka pun telah menjadi anggota PDI-Perjuangan sejak 1992. Hingga kini, ia telah tiga kali berhasil masuk ke Senayan, yaitu pada 2004, 2009, dan 2019.

Saat ini, ia merupakan salah satu anggota dari Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan.

Sebelumnya, Ribka pun pernah menjabat sebagai Ketua di komisi yang sama pada periode 2009-2014.

Di komisi IX, ia menyoroti masalah-masalah di bidang tenaga kerja dan transmigrasi, kependudukan, dan kesehatan.

Bukan sekali ini Ribka menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah.

Pada 2015, ia pernah menyampaikan penilaiannya yang menyatakan bahwa belum ada menteri yang dapat menerjemahkan konsep yang dibawa oleh Jokowi ke dalam pemerintahan.

Selain itu, ia juga pernah mengatakan bahwa para menteri Jokowi memiliki koordinasi yang kurang dalam menyusun Peraturan Pemerintah (PP).

Saat itu, peraturan yang disoroti adalah kebijakan baru tentang Jaminan Hari Tua (JHT).

Kebijakan tersebut berkaitan dengan kebijakan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa JHT baru dapat dicairkan apabila karyawan telah menjalani masa kerja selama 10 tahun.

Padahal, dalam aturan sebelumnya, masa kerja yang dipersyaratkan adalah 5 tahun.

Selain JHT, di 2015 Ribka juga mengritik BPJS Kesehatan.

Menurut Ribka, pemerintah harus fokus pada Program Indonesia Sehat.

Sebab, ia menilai masih banyak rumah sakit yang belum mau bekerja sama dengan BPJS.

Februari 2018, Ribka juga pernah melontarkan kritik kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atas ketimpangan tindakan terhadap pelaku penjual kosmetik murah kelas kecil dan kelas besar.

Saat menjabat sebagai Ketua Komisi IX DPR RI periode 2009-2014, Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang kemudian disetujui dalam Rapat Paripurna DPR pun menjadi pembicaraan.

Pasalnya, salah satu ayat yang mengatur tembakau sebagai zat adiktif hilang.

Akibat kasus tersebut, Ribka pun dilarang memimpin rapat panitia khusus dan panitia kerja oleh Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat.

Ribka juga sempat dihadapkan pada petisi daring yang menolaknya menjadi calon Menteri Kesehatan.

Adapun alasan penolakan tersebut selain karena kasus hilangnya ayat tembakau dalam RUU Kesehatan yang disahkan, Ribka diduga terlibat dalam kasus intervensi obat infus.

Dalam kasus tersebut, ada anjuran kepada Kementerian Kesehatan untuk menghentikan penggunaan infus dari pabrik tertentu dan menggantinya dengan produk pabrik lain.

Kemudian, pada 2018, namanya kembali terseret dalam kasus ujaran kebencian oleh Alfian Tanjung karena menuding 85 persen kader PDIP adalah PKI.

Alfian menyatakan bahwa pernyataannya bersumber dari ucapan Ribka bahwa 20 juta orang Indonesia adalah kader PKI.

Terakhir, Ribka pun kembali menarik perhatian saat menyampaikan kritik dalam rapat kerja antara Komisi IX bersama Menteri Kesehatan dan Direksi BPJS.

To Top