Nasional
Ini Profil Lengkap Saldi Isra, Hakim MK Pilihan Presiden Jokowi
Nama Saldi Isra disebut telah dipilih oleh Presiden Joko Widodo menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Patrialis Akbar. Saldi merupakan seorang guru besar di Universitas Andalas, Sumatera Barat.
Dilihat dari berbagai sumber, Minggu (9/4/2017) Saldi merupakan pria kelahiran Paninggahan-Solok, 20 Agustus 1968 silam dari pasangan Ismail dan Ratina. Saldi saat ini telah memiliki tiga orang anak dari pernikahannya dengan Leslie Annisa Taufik.
Dari riwayat pendidikan, Saldi menempuh S1 di Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas dan tamat pada tahun 1995 dengan predikat Summa Cum Laude. Usai mendapat gelar sarjana, Saldi lantas melanjutkan pendidikan S2 dan meraih gelar Master of Public Administartion (MPA) pada tahun 2001 dari Institute of Postgraduate Studies and Reserch University of Malaya Kuala Lumpur-Malaysia.
Tak berhenti di situ, Saldi kemudian menempuh pendidikan S3 di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan mendapat gelar Doktor Ilmu Hukum pada 2009 dengan predikat Cum Laude. Di kampusnya, Saldi mendirikan Pusat Studi Konstitusi dan menjadi salah satu pusat riset konstitusi terkemuka di Indonesia.
Saldi juga pernah mendapat penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award 2004. Penghargaan itu diraihnya berkat komitmennya yang anti korupsi.
Selain penghargaan dari dalam negeri, Saldi juga sempat mendapat Award of Achievement for People Who Make a Difference dari The Gleitsman Foundation, USA pada 2004. Dia juga sempat dipercaya sebagai Ketua Pansel anggota KPU dan juga menjadi anggota Pansel Penasihat KPK. Selain jabatan tersebut, Saldi juga dipercaya menduduki posisi Komisaris Utama PT Semen Padang sejak tahun 2016 lalu.
Sebagai guru besar, dirinya juga aktif menulis berbagai karya dalam bentuk buku dan jurnal. Beberapa buku yang pernah ditulisnya ialah Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legilasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia pada 2010, Kekuasaan dan Perilaku Korupsi pada 2009, Reformasi Hukum Tata Negara Pasca Amendemen UUD 1945 pada 2006, Kampanye dengan Uang Haram pada 2004 dan lainnya.