MixBerita.com – Pemerintah akan menarik cukai atas pembungkus plastik, utamanya botol plastik minuman. Kebijakan pembebanan cukai ini diambil karena kebijakan plastik berbayar yang diluncurkan sejak 21 Februari 2016 dinilai kurang efektif. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyatakan, penarikan cukai ini akan dilakukan secepatnya. “Mumpung masyarakat sedang concern dengan sampah plastik. Jadi ini saat tepat,” tutur Menteri Siti di Jakarta.
Menurut Siti, kementeriannya sudah mengkaji barang apa yang akan dikenakan cukai pada pembungkusnya nanti. “Lagi kami susun untuk produk apa saja. Saya sedang diskusi dengan Kementerian Keuangan,” kata dia.
Siti menilai, pembebanan cukai ini tak membebani masyarakat. Sebab, jika tak ingin kena cukai, maka masyarakat diminta mengganti kemasan kalau tidak mau ditarik cukai. “Harus cari alternatif, konsepnya itu,” ujar Siti. Siti meminta, publik menggunakan alternatif pembungkus lain yang ramah lingkungan.
Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Nasrudin Joko Suryono menyatakan, usulan penarikan cukai ini sedang dikaji. “Utamanya kemasan plastik dalam bentuk botol minuman,” kata dia seperti dikutip dari CNN Indonesia. Dasar hukum pengenaan cukai untuk kemasan botol minuman ini akan berbentuk Peraturan Pemerintah (PP).
Berapa besar cukainya?
Nasrudin belum bisa mengungkapkan. Kemungkinan besar, skema pembebanan cukai atas botol minuman plastik menggunakan tarif spesifik. Tarif spesifik atas cukai biasanya dengan menetapkan persentase tertentu atas harga jual eceran produk. “Tidak akan terlalu tinggi. Misalnya Rp500 per botol. Itu kan (terlalu) tinggi banget,” katanya. Potensi cukai ini ditargetkan di bawah Rp10 triliun.
Menurut lansiran Kontan.co.id, pembebanan cukai ini nantinya akan menggunakan sistem insentif dan disinsentif. Jadi, bagi botol minuman plastik yang didaur ulang tarif cukainya akan lebih rendah.
Menurutnya, alasan pengenaan cukai terhadap botol minuman plastik karena plastik bisa merusak lingkungan. “Sebab sampah plastik baru bisa terurai dalam waktu 100 tahun,” ujarnya. Pemerintah memperkirakan kebutuhan plastik di Tanah Air tahun ini meningkat 6,6 persen. Tahun lalu ‘hanya’ 3 juta ton, tahun ini menjadi 3,2 juta ton.
Pertumbuhan konsumsinya, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan perekonomian. Kebijakan cukai untuk kemasan botol minuman ini adalah langkah awal. Selanjutnya, pemerintah juga akan mengkaji menerapkan cukai untuk semua produk kemasan plastik.
Di sisi lain, lanjut Nasrudin, pengenaan cukai atas produk kemasan plastik ini juga diharapkan bisa menekan konsumsi minuman manis dalam kemasan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman tegas menolak rencana pembebanan cukai pada minuman dengan kemasan plastik. “Kami seratus persen menolak. Kami tidak ada kompromi tentang ini,” ujar Adhi.
Menurutnya, dasar pemungutan cukai lemah. Alasan kelestarian lingkungan, GAPMMI mengklaim mengantongi bukti botol minuman plastik hampir sulit ditemukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. “Karena botol minuman plastik telah diambil orang untuk didaur ulang,” ujarnya.
Adhi pesimistis pemerintah mampu penegakan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan ini. Ia yakin pemerintah akan kewalahan mengawasi rumah tangga yang berjualan minuman menggunakan botol. “Menagih cukainya bagaimana?” tanyanya.
Cukai adalah sarana pemerintah untuk mengendalikan konsumsi masyarakat atas suatu produk. Cukai sering disebut dengan istilah ‘pajak dosa’. Biasanya, cukai dibebankan pada produk hasil tembakau, etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol dan minuman keras.
Rencana penarikan cukai ini akan masuk dalam pembahasan APBN-P 2016. Dalam APBN-P 2016, pemerintah menargetkan duit Rp146,4 triliun dari cukai. Hingga kuartal I 2016, setoran cukai baru masuk Rp7,9 triliun alias 5,4 persen dari target.