Nasional
PB Djarum Pamit, KPAI, Eksploitasi Anak dan CSR
MixBerita.com – Dua anak duduk di panggung berlatar foto para atlet bulutangkis Indonesia. Keduanya datang dari Slawi, Kabupaten Tegal ke Gor Satria Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Mereka mengikuti Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis 2019 di Purwokerto yang diselenggarakan oleh PB Djarum sejak Minggu (8/9) berakhir pada Selasa (10/9).
Dua anak itu bersenda gurau. Keduanya kalah dalam babak pertama tahap audisi audisi bulutangkis U-11 yang mereka ikuti.
“Tahun depan sudah gak bisa ikut audisi lagi. Padahal audisi ini bisa jadi jalan mengembangkan bakat anak lebih baik,” kata Luky (38), orang tua peserta audisi dari Slawi tersebut.
Beberapa hari terakhir, Luky mengikuti pemberitaan polemik antara PB Djarum Foundation dengan KPAI terkait audisi beasiswa bulutangkis. Menyimak perkembangan informasi, ia seringkali mendengar kata eksploitasi pada anak disebut-sebut. Ia menyayangkan tuduhan eksploitasi berujung pada keputusan PB Djarum menyetop audisi pada tahun 2020 mendatang.
“Anak saya yang ingin ke sini. Dia ikut klub bulu tangkis di Slawi. Pingin jadi atlet bulu tangkis,” kata Luky.
Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis 2019 di Purwokerto diikuti oleh 903 anak. Dari tahapan screening terpilih 206 atlet putra maupun putri. Mereka terbagi dalam kelompok usia U-11 dan U-13. Penyelenggaraan audisi di kota mendoan itu, ramai jadi sorotan banyak pihak.
Pangkal sorotan bermula dari pandangan KPAI bahwa audisi oleh PB Djarum memuat unsur eksploitasi. Alasannya, tubuh anak telah dimanfaatkan untuk kepentingan industri sebagai alat peraga. Anak jadi media promosi terselubung produk rokok.
Komisioner KPAI, Sitti Hikmawati datang ke Purwokerto pada Senin (9/9). Kedatangan Sitti untuk beraudiensi dengan Pemkab Banyumas serta menghadiri diskusi publik bertajuk “Menilai Komitmen Djarum tentang Bakti pada Negeri” di Hall Perpustakaan IAIN Purwokerto. Pada Pemkab Banyumas, Sitti mengkritisi audisi yang digelar GOR Satria Purwokerto. Ia menilai, ruang publik terlarang jadi bagian promosi rokok. Sedang di IAIN Purwokerto, Sitti memutar video pendek. Di tayangan video, Anak-anak terlihat memegang raket, bermain bulutangkis, dan mengenakan busana bertuliskan Djarum.
“Kami bertanya pada anak-anak yang mengikuti audisi di 29 provinsi. Dari 541 anak, 60 persen mengatakan tulisan djarum sebagai rokok. Hanya 1 persen yang menyatakan jarum sebagai alat jahit,” kata Sitti.
Persepsi anak terhadap kata djarum yang diidentikkan sebagai rokok, menjadi pijakan KPAI bahwa anak telah terpapar produk berbahaya sejak usia dini. Sitti memandang ada dua unsur perusak dalam audisi bulutangkis oleh PB Djarum. Anak telah dieksploitasi sebagai media promosi gratis yang berarti mengandung unsur eksploitasi ekonomi melanggar pasal 66 UU Nomor 35 tahun 2014. Lewat audisi bulutangkis, PB Djarum melakukan denormalisasi produk rokok, di mana anak secara tidak langsung dianggap dikenalkan bahwa rokok merupakan produk normal.
Sitti pun menegaskan untuk membuktikan komitmen PB Djarum, mestinya penyelenggaraan audisi diselaraskan dengan tata aturan dan tata perundangan. Bila audisi murni untuk kegiatan pembibitan dan pencarian bakat, PB Djarum ia tekankan mesti menanggalkan semua merek dagang rokok yang mengepung anak di lokasi audisi.
Di hari yang sama, Sekretaris Jenderal PBSI, Achmad Budiharto, dan kepala Bidang Pembinaan PBSI, Susi Susanti, juga datang ke Purwokerto. Keduanya datang untuk melihat dan memantau apakah hal-hal yang menjadi topik polemik memang terjadi. Baik Budi dan Susi tak melihat audisi mengandung eksploitasi. Sebaliknya audisi oleh PB Djarum terus berkesinambungan dan memberi kontribusi terhadap pembinaan bulutangkis sejak usia dini.
“Sekarang kita kerja keras, untuk membina untuk mencari bibit regenerasi agar masa kejayaan bulutangkis Indonesia kembali kita dapat. Tapi di sisi lain ada yang menghambat. Kan kita pastinya prihatin. Kita harapkan audisi ini berjalan berkesinambungan,” kata Susi Susanti.
PBSI, Djarum Foundation dan KPAI yang difasilitasi Kemenko Polhukam sejatinya telah berdialog. PBSI melihat dari berjalannya dialog memang tak ada titik temu. Sudah ada upaya mereduksi persoalan utama dengan menghilangkan nama Djarum di title utama. Tapi nampaknya, kata Djarum tak boleh ada sama sekali. Djarum semata dipersepsikan sebagai branding rokok, tak bisa dipersepsikan sebagai bagian dari identitas perkumpulan bulu tangkis.
“Polarisasi begitu tajam,” kata Achmad Budiharto.
Indonesia sudah menangguk manisnya pembinaan atlet bulutangkis oleh pihak swasta yang memberi asa meraih prestasi tingkat dunia. Menurut PBSI, nama-nama besar atlet bulutangkis tak bisa lepas dari klub swasta seperti PB Djarum yang jadi bagian edukasi pengembangan mental dan keahlian atlet sejak usia dini. Fakta dan sejarah yang tak bisa dipungkiri, kata Budiharto, hanya bulutangkis yang bisa mendapatkan emas, dari Susi Susanti dan Alan Budikusuma yang meraih medali emas di Olimpiade Barcelona 1992.
“Buat kami ada pihak swasta begitu konsen dalam bulutangkis Indonesia justru mendapat gangguan. Sampai sekarang isyarat pengganti belum ada. Penopang terbesarnya akan dipotong,” ujarnya.
Kisruh polemik eksploitasi audisi penjaringan atlet bulutangkis yang diharapkan jadi bagian mencari bibit-bibit baru dimaknai Budiharto bagian kisah sedih perjalanan bulutangkis Indonesia. “Jujur saja situasi ini tragis bagi bulutangkis Indonesia,” katanya.