Sejumlah lembaga survei menilai tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla semakin buruk. Akibatnya, masyarakat akan ogah memilih partai politik tanpa figur tepercaya serta antikorupsi untuk membawa perubahan bagi daerah atau negara. “Sebanyak 51,3 persen masyarakat menilai politik buruk,” ujar Direktur Eksekutif Indobarometer, Muhammad Qodari, di Jakarta.
Survei dilakukan menyambut 2,5 tahun pemerintahan Jokowi-Kalla. Metode yang digunakan adalah acak untuk menghitung 1.200 responden di 34 provinsi dengan angka margin of error sekitar 3 persen. Selain masalah politik, hasil sigi menyatakan masyarakat puas atas kinerja Jokowi-Kalla, namun meminta perbaikan di sisi ekonomi, terutama lapangan pekerjaan.
Qodari melanjutkan, masifnya ketidakpercayaan itu juga berdampak terhadap tingkat kedekatan masyarakat kepada partai. Sebanyak 62,9 persen masyarakat merasa tidak dekat dengan partai. “Efeknya, masyarakat juga tidak percaya kepada lembaga DPR,” ujarnya. Peneliti dari Indobarometer, Hadi Suprapto, menjelaskan penyebab masyarakat semakin tidak percaya kepada partai adalah banyaknya kader partai yang terjerat kasus hukum, termasuk korupsi.
Direktur Program Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirajuddin Abbas, mengatakan lembaganya juga pernah mengeluarkan hasil serupa pada Oktober tahun lalu, saat dua tahun pemerintahan Jokowi-Kalla. Salah satu hasilnya, ucap dia, adalah tingkat kedekatan partai yang juga menurun. “Dari di atas 10 persen jadi tinggal 9 persen,” ujarnya.
Akibatnya, ujar Sirajuddin, masyarakat ogah memilih partai ataupun legislator jika kondisi ketidakpercayaan tetap berlangsung hingga pemilu legislatif 2019. Apalagi, kata dia, ada gejala terbalik dari masyarakat akibat pemilihan kepala daerah yang menampilkan figur serta ketokohan. Sirajuddin memprediksi gejala ini akan menjalar ke pilpres, karena partai berimplikasi langsung kepada setiap calon.
Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, Agung Laksono, membenarkan bahwa tingkat kepercayaan terhadap partai semakin buruk. Alasannya, ucap dia, partai tidak bisa menampilkan transparansi keuangan miliknya kepada masyarakat. Partai, menurut dia, juga masih lebih fokus mencari kekuasaan dan kurang mempedulikan kepentingan masyarakat, seperti meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan serta menjamin kesehatan. “Kami akui ini,” ujarnya.
Begitu juga dengan DPR. Menurut Agung, banyak faktor yang menyebabkan masyarakat tidak percaya kepada DPR yang merupakan cerminan partai. Selain karena ada kader yang terseret kasus hukum, seperti korupsi, ucap dia, produk undang-undang yang merupakan pekerjaan DPR pun semakin berkurang.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Rachland Nashidik, mengatakan masalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai dari dulu tidak pernah berubah. “Anggota Dewan perlu ditingkatkan kualitasnya agar kepercayaan publik lebih tinggi,” ujarnya.
Politikus PDI Perjuangan, Maruarar Sirait, mengatakan masalah ini terjadi karena partai kurang memperhatikan figur kader yang dicalonkan, kurang dekat dengan rakyat, dan kurangnya program yang menyentuh rakyat serta kebijakan yang pro-masyarakat. “Ini masalahnya dan harus diperbaiki,” ujar anggota DPR ini. Ihwal lembaga DPR yang buruk, kata dia, hal itu tidak berubah dan konsisten ketidakbaikannya. “Rakyat percaya figur dan kebijakan.”
Juru bicara Istana Kepresidenan, Johan Budi Sapto Pribowo, enggan menanggapinya. Dia meminta hal itu ditanyakan ke menteri yang terkait. Begitu pun dengan Sekretaris Kabinet Pramono Anung