Adapun seleksi tahap ketiga akan melibatkan penelusuran rekam jejak dan hubungan para kandidat dengan partai politik atau organisasi kemasyarakatan tertentu sebelum digelarnya dialog untuk umum pada 17-18 Mei.
Tercatat 199 orang yang mendaftar untuk menjadi komisioner Komnas HAM, yang menjalani saringan berdasarkan faktor administratif maupun tes tertulis. Dan sampai tahap kedua, panitia seleksi (pansel) tidak mengetahui nama kandidat yang terpilih selain nomor bersangkutan.
Lolosnya seorang anggota Front Pembela Islam (FPI) dalam seleksi awal untuk menjadi komisioner Komnas HAM menjadi kontroversi, menjelang dimulainya tahap ketiga seleksi.
Dan di antara 60 calon yang lolos hingga seleksi tahap tiga termasuk Zainal Abidin alias Zainal Petir, yang menjabat Ketua Budang Advokasi FPI Jawa Tengah.
Masuknya nama Zainal dalam daftar calon komisioner Komnas HAM memicu kontroversi karena FPI selama ini justru kerap berseberangan dengan Komnas HAM.
Tuduhan FPI atas Komnas HAM
FPI tercatat pernah menuntut Komnas HAM dibubarkan pada tahun 2000 dan juga menuding lembaga penegakan HAM itu melakukan praktik diskriminasi serta tidak memperjuangkan hak-hak umat Islam yang terlanggar, baik pada kasus Maluku, Poso, Aceh, maupun Tanjungpriok.
Kemudian pada 2008 dan 2011, FPI bersama Ormas Islam lain meminta Komnas HAM tidak melindungi kelompok Ahmadiyah dan sekaligus menuntut pembubaran Ahmadiyah karena dianggap sesat dan menyimpang dari ajaran islam.
Di sisi lain, Ketua Komnas HAM, Imdadun Rahmat, balik mengkritik FPI dengan mengatakan daerah-daerah tempat organisasi itu eksis kerap menjadi titik rawan bagi toleransi beragama.
Sementara pemimpin FPI, Rizieq Shihab, telah dua kali divonis penjara, pada 2003 terkait kasus sweeping tempat hiburan di Jakarta dan pada 2008 terkait penyerangan terhadap Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Monas.
Saat ini Rizieq, yang dilaporkan sedang berada di luar negeri, tengah menghadapi tujuh gugatan hukum pidana, antara lain dugaan penodaan Pancasila, penistaan agama, dan pelecehan budaya Sunda.
Bagaimanapun wakil ketua Pansel Komnas HAM, Harkristuti Harkrisnowo, menegaskan informasi tentang afiliasi Zainal dengan FPI menjadi bagian dari proses penelusuran rekam jejak para kandidat.
“Semua itu akan kami check and re-check, kami verifikasi sejauh mana,” kata Harkristuti kepada BBC Indonesia.
Mengenai rekam jejak organisasi tersebut, Harkristuti mengatakan hal itu juga menjadi bahan pertimbangan.
“Kami kan tidak bekerja dalam vakum. Kami bekerja dengan memperhatikan kondisi di Indonesia, suasana kebatinan, kami perhatikan semuanya.”
‘FPI yang humanis’
Bagi Zainal Abidin, tidak ada masalah dalam pencalonan dirinya sebagai anggota Komnas HAM karena dilakukan atas nama pribadi sementara FPI -dalihnya- merupakan ormas yang keberadaannya dijamin oleh konstitusi.
Menurutnya, FPI dipandang sebagian masyarakat sebagai ormas yang keras dan anarkis karena media lebih banyak memberitakan ‘ekses negatifnya’ daripada kegiatan positifnya, seperti kerja bakti dan membantu masyarakat yang tertimpa musibah.
Zainal mengaku bergabung dengan FPI untuk memoles FPI menjadi organisasi yang dibutuhkan dan dikagumi masyarakat dalam rangka menegakkan amar ma’ruf nahi munka,r dan selaku koordinator bidang advokasi hukum FPI Jawa Tengah, ia juga sudah berupaya selama dua tahun belakangan untuk membangun yang disebutnya sebagai ‘FPI yang humanis’.
“FPI yang humanis, yang memahami hukum-hukum positif. Jadi kalau mau bertindak itu harus berdasarkan hukum positif,” tegas Zainal.
Sebagai buktinya, dia menegaskan ia pernah melarang anggota FPI melakukan sweeping bahkan mengancam akan memecat mereka. Selain itu Zainal juga mengaku tidak pernah ikut serta dalam tindakan yang melawan kelompok minoritas atau keberagaman.
“Kalau saya mau menjadi anggota Komnas HAM kok saya tidak sependapat dengan keberagaman dan perlindungan minoritas… berarti saya terlalu ngawur kan.”
Mengandung kontradiksi?
Namun pengakuan ‘FPI yang humanis itu’ dibantah keras oleh seorang pegiat HAM dari Semarang, Yunantyo Adi, yang yakin jargon tersebut tidak pernah terbukti.
Ia memberi contoh dua peristiwa yang terjadi pada tahun lalu.
Yang pertama adalah tindakan intoleransi dan bullying atau gertakan atas silaturahmi lintas agama yang diselenggarakan Shinta Nuriyah Wahid di Semarang pada bulan Ramadan.
Sementara insiden kedua berupa penolakan atas acara peringatan 10 Muharam atau Asyura yang diselenggarakan penganut Syiah di Jawa Tengah.
Yunantyo menilai bahwa dalam dua peristiwa tersebut Zainal ternyata ‘tidak bisa berbuat apa-apa’.
“Menjadi kontradiksi, Komnas HAM yang selalu melindungi minoritas dengan FPI yang di berbagai daerah selalu (melakukan) kekerasan semacam itu, baik kekerasan fisik maupun ujaran.”
“Sehingga wajar apabila muncul kecurigaan dari publik terhadap anggota FPI, siapapun itu, yang ingin menjadi anggota Komnas HAM,” tegas Yunantyo.
Terlepas dari rekam jejak Zainal di Semarang, peneliti SETARA Institute Ismail Hasani menilai Zainal ‘tidak tepat’ menjadi anggota Komnas HAM karena keterkaitannya dengan FPI, yang tidak mendukung prinsip non-diskriminasi dan anti-kekerasan.
“Tugas yang akan diemban komisioner Komnas HAM di antaranya adalah penghapusan diskriminasi dan kekerasan atas nama apapun,” ujarnya.
Ismail menghimbau agar panitia tidak mempertaruhkan proses seleksi.
“Bagian-bagian yang potensial melemahkan Komnas HAM di masa depan saya kira harus dihindari, salah satunya dengan memilih komisioner yang memang memiliki integritas, kredibilitas, juga keberpihakan pada penghapusan diskriminasi dan kekerasan.”
Publik dapat menguji
Bagaimanapun, khalayak dapat menguji sendiri kemampuan dan integritas para calon anggota lembaga penegakan HAM dalam dialog publik yang digelar pada 17-18 Mei di Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta Selatan.
Wakil ketua panitia seleksi Harkristuti mengatakan pada acara tersebut setiap calon diminta menyampaikan visi dan misi mereka untuk Komnas HAM, lalu para hadirin diberi kesempatan mengajukan pertanyaan atau komentar atas paparan calon.
Berdasarkan hasil dialog publik dan penelusuran rekam jejak, maka para calon akan lolos ke tahap keempat yang mencakup tes kesehatan, tes psikologi, dan wawancara terbuka.
Dengan demikian panitia akan memperoleh 14 nama calon untuk diajukan ke DPR, yang memiliki kata akhir untuk memilih tujuh komisioner Komnas HAM baru.
“Kami berharap pada bulan Agustus kami sudah serahkan ke DPR,” pungkas Harkristuti.