Sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur mendesak pemerintah serius mengantisipasi potensi perpecahan bangsa melalui isu-isu berbau keagamaan dengan membuat regulasi baru yang lebih tegas melindungi kebhinekaan masyarakat Indonesia.
“Aturan main baru terkait kerukunan beragama ini menjadi sangat penting untuk membina kebhinekaan kita,” kata Ketua Dewan Pembinaan GP Ansor KH Asad Said Ali dikonfirmasi usai Apel Kesetiaan NKRI yang diikuti lebih dari 10 ribu nahdliyin se-Jatim di Pantai Pancer Door, Pacitan, Minggu [08/1].
Menurutnya, model pembinaan kerukunan beragama dengan cara simbolisasi dan penyelenggaraan forum-forum keagamaan saat ini sudah tidak relevan. Mengingat, kata mantan wakil ketua PBNU ini, pascareformasi komitmen kebhinekaan masyarakat Indonesia menjadi lemah.
Sinyalemen itu setidaknya terlihat dari gelombang demokrasi yang cenderung kebablasan sehingga memunculkan politik identitas dan pragmantisme.
Jika selama ini sudah dilakukan dengan membentuk forum-forum komunikasi lintaskeagamaan, namun faktanya sekarang tidak mempan sehingga harus dengan aturan, undang-undang atau peraturan dan kesepakatan bersama lainnya, katanya. “Kalau ini negara mempelopori, sudah ada aturan, maka NU tentu akan menjaganya dengan visi keadilan dan juga kemaslahatan bangsa,” ujarnya.
Senada, tokoh PKB Jatim asal Blitar Ahmad Thamim atau Gus Tamim mengatakan pentingnya negara menguatkan idiologi bangsanya. “Nampaknya setelah reformasi ini, dan kita mengambil positifnya demokrasi.
Namun dari akibat dari pilihan itu banyak hal yang harus disempurnakan, terutama dalam pemantapan idiologi negara adalah dasar negara, bhineka tunggal ika, NKRI dan pluralisme,” ujarnya.
Gus Tamim menegaskan tidak adanya muatan politis tertentu dalam agenda apel bersama kesetiaan NKRI tersebut.
“Perlu seluruh anak bangsa untuk ambil bagian terkait dengan penguatan ideologi bangsa. Nah, otomatis karena NU sebagai organisasi terbesar di Indonesia mesti harus mengambil peran aktif terkait penguatan idiologi bangsa,” katanya.
Ia menegaskan hal itu sebagai fenomena yang wajar, terlebih dinamika nasional sangat terpengaruh dengan perkembangan politik tran-nasional.
“Setelah itu kuat lalu nanti kendor lagi yang harus dikuatkan lagi. Dan itu siklus yang harus dijalani dimana seluruh anak/elemen bangsa harus ambil bagian terkait penguatan idiologi bangsa, termasuk Nahdlatul Ulama dan badan-badan otonom di bawahnya,” kata Gus Tamim.
Kedua tokoh NU Jatim itu mengatakan, konsep penguatan dan peneguhan dukungan NKRI oleh Nahdlatul Ulama sudah menjadi topik bahasan dalam pleno PBNU di Yogyakarta, pada 2012.
Saat itu, kata KH Asad Said, telah muncul perintah para kiai agar NU mempersiapkan kaderisasi yang militan mengantisipasi krisis idiologi yang bakal mencuat pada kurun 2016-2017.