Nasional

Membahas Lebih Dalam Hubungan Selebriti, antara Media Sosial dan Haters

Media sosial telah menjadi bagian dari hidup seseorang, karena media sosial menjadi sebuah media online dengan para penggunanya yang bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagai dan menciptakan isi di jejaring sosial.

Media berbagi, seperti Facebook dan Instagram misalnya, menjadi salah satu favorit kebanyakan orang tak terkecuali para selebriti. Mereka memanfaatkan media berbagi ini untuk lebih mendekatkan diri kepada para penggemarnya.

Alih-alih ingin agar para penggemarnya bisa mengetahui berbagai aktivitas pribadi dari sang artis atau selebriti, namun realitanya terkadang tidaklah demikian. Sehingga, muncullah kumpulan para haters di media sosial.

Para haters ini kerap memberikan komentar-komentar pedas seadanya. Parahnya lagi, komentar-komentar itu menjadi viral karena tersebar kemana-mana.

Di bulan Februrai 2016 silam, pesulap sekaligus presenter salah satu acara di televisi Deddy Corbuzier dengan lantang mengatakan akan melawan setiap haters yang berkomentar kebablasan. Tak tanggung-tanggung, Deddy berhasil mendatangkan seorang haters untuk meminta maaf secara langsung dan diliput awak media.

Tak hanya Deddy, penyanyi Krisdayanti merasa terusik saat haters mulai memberikan komentar-komentar soal tubuhnya. Saat itu penyanyi yang akrab disapa KD itu dikatakan oleh haters memiliki ketiak yang hitam.

KD pun lantas meradang. Dia langsung menutup akun-akun haters di laman media sosialnya. Alasannya sederhana, komentarnya sudah menjurus ke ranah pribadi.

Selain Deddy dan KD yang melakukan serangan balik. Selebriti yang satu ini juga terbilang luar biasa. Artis muda Ariel Tatum, bahkan punya “koleksi” haters yang tak bisa dibilang sedikit. Lihat saja setiap kali ia mengunggah foto atau video di akun Instagram-nya, serbuan haters akan memenuhi kolom komentar.

Lantas siapa sebenarnya haters? Di dalam kamus ”Urban Dicktionary” dikatakan bahwa haters adalah A person that simply cannot be happy for another person’s success. So rather than be happy they make a point of exposing a flaw in that person.

Hating, the result of being a hater, is not exactly jealousy. The hater doesnt really want to be the person he or she hates, rather the hater wants to knock somelse down a notch.

Secara garis besar, berarti, seseorang yang tidak bahagia untuk kesuksesan orang lain. Jadi, daripada mereka bahagia maka membuat suatu komentar dengan mengekspos sisi negatif dari orang itu.

Para Haters bukanlah pencemburu. Mereka hadir dengan komentar-komentarnya. Istilah mereka muncul seiring dengan perkembangan yang sangat pesat dari media sosial.

Haters merasa mereka bebas untuk memposting apapun tanpa berpikir terlebih dahulu karena ”terlindung” di balik layar komputer atau smartphone.

Inilah kemajuan media sosial yang tak bisa dibendung. Walaupun pemerintah telah mengantisipasi dengan berbagai macam aturan yang bisa menghadang para haters, namun mereka akan tetap terus tumbuh.

Persoalannya hanyalah kembali pada etika berkomunikasi di media sosial. karena seperti penyanyi Taylor Swift katakan dalam lirik lagunya – Shake It Off,”and haters gonna hate, hate, hate, hate”. Pembenci akan terus membenci karena mereka punya segudang alasan untuk membenci.

“Pikiran yang kosong selalu berbunyi nyaring. Jangan menjadi orang dengan pikiran kosong,” kata Ariel Tatum untuk para haters.

“Carilah hobi. Baca buku. Tulislah puisi. Melukis sesuatu. Ciptakan apa pun. Tolong sesama. Berbuat baiklah,” sambungya.

Terakhir, Ariel Tatum memberikan kalimat bijak. “Tampilkanlah versi yang terbaik dari dirimu daripada mengejek dan berkata kasar. Hargai orang lain. Hargai dirimu sendiri. Jadilah seorang yang baik. Berdamailah. Jadilah mempesona. #SebarkanCinta.

To Top