Jakarta – Beberapa hari ini media sosial diramaikan soal larangan membawa kue ultah tak bersertifikat halal. Beberapa restoran jelas-jelas menuliskan aturan itu.
Jagat media sosial dikagetkan dengan pengumuman dari restoran D’Cost Seafood. Dalam pengumuman tersebut dijelaskan bahwa pengunjung disarankan membawa kue ulang tahun yang memiliki sertifikat halal ke dalam restoran.
Hal itu diunggah oleh pengguna akun Twitter @ezkisuyanto, Kamis (12/12/2019). Dalam unggahan itu, tampak pengumuman tersebut memuat logo D’Cost Seafood dengan spanduk berwarna kuning.
“Mohon Maaf Bapak/Ibu…..,Sehubungan dengan adanya Proses Jaminan Halal (SJH) dari MUI, maka untuk Kue Tart yang akan dibawa masuk ke D’COST, hanya diperbolehkan untuk Pemotretan dan Tiup Lilin saja,” bunyi pengumuman tersebut.
“KECUALI Apabila Kue Tart yang Bapak/ibu bawa dibeli dari Toko Kue yang telah memiliki Sertifikat Halal dengan membawa Bon pembelian Kue Tart yang dibawa. Terima Kasih, D’COST Management,” demikian tulisan di spanduk itu.
Dalam pengumuman tersebut, dikatakan bahwa pengunjung hanya diperbolehkan menikmati kue ulang tahun yang memiliki sertifikat halal. Hal tersebut dilakukan untuk mendukung Proses Jaminan Halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Setelah viral D’Cost Seafood melarang pengunjung membawa kue ulang tahun tanpa sertifikat halal ke restoran, kini giliran rumah makan waralaba gyudon (beef bowl) Yoshinoya.
Selembar kertas yang memperlihatkan ketentuan pesta ulang tahun di Yoshinoya sedang viral di media sosial. Setidaknya ada 10 aturan yang tertulis di sana.
Salah satu aturan menyebut bahwa pengunjung Yoshinoya wajib menyertakan sertifikat halal untuk kue ulang tahun yang dibeli dari luar restoran.
Sebagaimana foto yang diunggah oleh Didikk Ekoo ke Facebook pada Kamis (12/12/2019).
Aturan itu tertulis, “Apabila membawa kue ulang tahun, harus disertai fotokopi sertifikasi halal. Bila tidak menyertakan fotokopi sertifikasi halal, maka kue ulang tahun hanya digunakan untuk seremonial saja, tidak untuk dikonsumsi di restoran Yoshinoya”.
Didikk Ekoo yang mengunggah foto itu juga heran dengan adanya aturan yang mengharuskan pengunjung membawa sertifikat halal untuk kue ulang tahun.
“Yoshinoya milik Group Wingsfood juga (emotikon). Gak tau nih, tekanan gila ginian kepada pemilik jaringan resto atau bakery gede inisiatif siapa? Kita sebagai pembeli kue tart ke toko, apa urusannya kudu minta sertifikat makanan kepada owner?,” tulis Didikk.
Ia pun mempertanyakan, “Bagaimana dengan syarat dan ketentuan Warteg, Warkop, Depot Makan, Kedai, Nasi Goreng gerobak dll? Apa juga dipaksa mereka harus punya sertifikasi gini?”
Warganet lain pun ada yang mengunggah foto ketentuan ulang tahun di Yoshinoya tersebut ke Facebook.
“Jangan lupa bawa sertifikat halal kue ulang tahun kalau ke restaurant YOSHINOYA,” tulis William Hui.
Warganet memberikan koemntar di unggahan tersebut. Mereka merasa ada tekanan dari pihak di luar pemilik tempat usaha yang kemudian memunculkan aturan ulang tahun itu.
“Bisa ditelusuri asal muasal himbauan ini. Gak mungkin seluruh pengusaha seperti itu kalau tidak ada tekanan,” tulis Lisda Tanjung.
“Kayaknya ada hubungan sama UU jaminan produk halal ya?” komentar Richard Goenawan.
“Yang menentukan standard harus ada sertifikasi halalnya aja sih yang tanda tanya. Yang katanya jendral, mana kerjanya?” tanya Acto Arga Chrissanta.
Sistem Jaminan Halal
Indonesia sudah memiliki UU Jaminan Produk Halal untuk melindungi konsumen muslim. UU JPH diundangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 17 Oktober 2014 dan sudah berlaku. Dalam UU tersebut sudah dinyatakan semua produk makanan wajib mencantumkan sertifikat halal. Otoritas lembaga yang mengeluarkan ‘hak halal’ itu tidak lagi di Majelis Ulama Indonesia (MUI) tapi di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Efektivitas pemberlakuan itu sesuai amanat UU Jaminan Produk Halal (JPH).
“Kewajiban bersertifikat halal bagi Produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mulai berlaku 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan,” demikian bunyi Pasal 67 ayat 1 UU JPH yang dikutip detikcom, Rabu (17/10/2019). Selain mewajibkan sertifikasi halal, UU JPH juga membuat perubahan. Yaitu berpindahnya otoritas lembaga yang mengeluarkan sertifikasi halal dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama (Kemenag).
Dengan adanya Sistem Jaminan Halal (SJH), sertifikasi halal meliputi semua aspek produksi hingga ke pelayanan. Karenanya semua hal di dalam restoran dan yang dibawa ke dalam restoran harus terjamin kehalalannya. Karenanya aturan yang diterbitkan oleh D’cost dan Yoshinoya sudah sesuai dengan prosedur. Yang menjadi masalah, sosialisasi soal sertifikasi halal, kriteria produk halal belum berjalan dengan baik. Selama ini masyarakat hanya tahu ‘no lard no pork’ sebagai tanda halal. Padahal diperlukan sertifikasi yang lama prosesnya untuk menentukan kehalalan produk menurut syariat Islam. Sementara itu soal otoritas sertifikasi halal masih dalam perdebatan. Karena LPPOM MUI dari 28 daerah di Indonesia melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meminta kembali diberikan otoritasmengeluarkan sertifikat halal.