Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Indonesia, Arif Susanto, mengungkapkan bahwa perseteruan politik antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sedikitnya sudah terjadi lima kali dalam kurun waktu satu tahun.
“Persinggungan politik Jokowi-SBY sedikitnya telah lima kali terjadi, dan semakin sering mulai dari soal Hambalang, TPF Munir, Aksi 411, hoax, isu penyadapan. Keduanya semakin tampak sebagai seteru politik setelah SBY menjadi kian reaksioner selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017,” katanya di Jalan Sultan Agung, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (6/2/2017).
Menurut Arif, aksi SBY tidak mencerminkan budaya berpolitik yang demokratis. Bahkan, lanjut Arif, SBY juga masih berseteru dengan Presiden ke-5 Indonesia, Megawati Soekarnoputri.
“Persinggungan politik secara terbuka ini terasa kurang elok karena perseteruan seorang presiden dan pendahulunya bukanlah hal lazim dalam budaya politik negara-negara demokratis. Sebelumnya, kita telah akrab dengan persinggungan politik antara SBY dan Megawati,” tuturnya.
Arif berspekulasi, reaksi SBY yang kerap berseteru dalam panggung politik karena SBY terjebak dalam politik praktis, sehingga tidak memiliki jiwa kenegarawanan.
“Berulangnya persinggungan politik tersebut menunjukkan absennya kenegarawanan pada figur para presiden terdahulu, karena mereka masih terlibat politik praktis. Ini buruknya pelembagaan politik, karena proses politik dideterminasi oleh kehendak figur pemimpin,” tutupnya.