Nasional

Kinerja Sri Mulyani Tak Puaskan Jokowi?

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) sepertinya tidak puas, bahkan bisa dibilang kecewa dan tak puas dengan kinerja Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.  Kekecewaan juga tampaknya ditunjukkan kepada kemampuan Menko Perekonomian Darmin Nasution.

Betapa tidak, selain dari peraihan pertumbuhan yang hanya mencapai 5,1 persen, saya melihat sejak di dalam kabinet, kedua menteri itu tidak melakukan terobosan-terobosan berarti. Tak heran bila daya beli mayarakat melemah sehingga kemiskinan terus bertambah.

“Kalau kita tergantung hanya kepada APBN, tidak mungkin pembangunan akan bisa cepat. Saya menghargai terobosan-terobosan seperti mekanisme pembiayaan investasi non anggaran pemerintah atau PINA yang melengkapi skema pembiayaan infrastruktur kita,” kata Jokowi.

Kekecewaan Presiden Jokowi itu terlihat ketika dalam berbagai kesempatan Presiden, menegaskan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak bisa dijadikan satu-satunya sumber pembiayaan untuk berbagai proyek pembangunan infrastruktur yang sedang dikerjakan pemerintah.

Apa yang disampaikan Presiden itu benar, karena sejak awal dia menginginkan perlu dipikirkan upaya terobosan pembiayaan di luar APBN  demi kelancaran program pembangunan infrastruktur yang merupakan fokus pemerintahannya. Kenyataannya keinginan Presiden ini tidak bisa dilakukan tim ekonominya.

Alih-alih Sri Mulyani justru membuat  program pemotongan anggaran,  yang dinilai menghambat gerakan pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi lewat sektor infrastruktur. Bahkan program pemotongan anggaran ini mendapat reaksi keras sejumlah pemerintah daerah, karena pembangunan di daerah mereka bisa terhambat.

Begitu juga dengan program tax amnesty yang beberapa waktu lalu menjadi ‘jualan’ utama Sri Mulyani. Dalam sambutan pada Financial Closing Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) dan Launching PPP Book 2017 di Istana Negara, Jakarta, akhir pekan kemarin (Jumat, 17/2), Jokowi tidak memberikan perhatian yang besar pada program tax amnesty.

Dari hal ini, kita bisa menyebut Jokowi kelihatannya tidak bisa lagi mengandalkan program tax amnesty yang hanya bagus di atas kerja, tetapi gagal membawa dana segar yang dibutuhkan untuk pembiayaan program pembangunan infrastruktur dari Sabang sampai Merauke.

Tanda-tanda ketidakpuasan Jokowi pada Sri Mulyani memang semakin nyata belakangan ini. Seperti dikabarkan, Jokowi disebutkan pernah menegur proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dipresentasikan Sri Mulyani karena dinilai terlalu rendah dan menafikkan pekerjaan besar yang telah dilakukan pemerintah.

Setelah diprotes Jokowi, tim ekonomi harus bekerja keras mencoret-coret kembali proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sampai akhirnya menemukan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 persen.

Kocok Ulang Kabinet

Informasi lain mengatakan, karena kecewa dengan performa Sri Mulyani, tampaknya Presiden Jokowi sedang menimbang-nimbang untuk mengocok ulang tim ekonomi. Tapi kapan itu dilakukan, tergantung pada peredaan ketegangan pasca Pilkada DKI Jakarta. Kocok ulang diperlukan untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia.

Presiden mengemukakan, kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur tidak bisa ditunda-tunda lagi. Jokowi menegaskan bahwa proyek infrastruktur harus dilihat sebagai alat pendongkrak

perekomian nasional karena bisa menyediakan lapangan pekerjaan dalam jumlah besar dan di saat bersamaan mendorong pertumbuhan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di banyak daerah.

Di sisi lain, tambahnya, infrastruktur Indonesia ketinggalan jauh dibandingkan negara negara-negara lain. Hal ini mengakibatkan Indonesia kehilangan daya saing, dan investor pun kehilangan minat untuk menanamkan modal di Indonesia.

“Di era kompetisi global ini, tak perlu banyak beretorika. Kita harus berani mendobrak pakem, melakukan terobosan. Kalau tidak, ditinggal kita,” demikian Jokowi.

To Top