Menteri Dalam Negeri BEM Untan, Adi Afrianto yang juga merupakan Kornus di BEM Nusantara menuturkan korupsi yang terjadi di Indonesia seolah-olah menjadi budaya yang sangat sulit ditinggalkan, dan pada kali ini dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) telah menyeret nama-nama besar di Negeri ini.
“Dari sejumlah foto surat dakwaan yang beredar di media sosial, saya memandang terdapat sejumlah nama anggota DPR yang masuk dalam daftar penerimaan aliran dana, mulai dari mantan pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR Melchias Marcus hingga komisi II DPR yang kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, saya juga melihat DPRD lah yang punya andil besar dalam pengadaan proyek e-KTP karena DPR adalah pihak yang memanfaatkan fungsi anggaran, anggota DPR berwenag menambah atau mengurangi anggaran yang dialokasikan untuk proyek e-KTP. terlebih lagi proyek ini memakan dana yang cukup besar dan pembahasan anggaranya pun tidak sekali jadi,” katanya.
Menurutnya, dari data KPK menunjukan, para anggota DPR menerima uang dari berbagai pihak dengan pola penerimaan tarif tang berbeda-beda disesuaikan dengan jabatan yang dimiliki DPR, hal tersebut terlihat pada foto surat dakwaan yang beredar tentang beragam jumlah aliran dana yang diterima DPR.
“Proyek e-KTP telah menggunakan uang negara sebesar Rp 6 Triliun. berdasarkan hitungan BPKP, ada dugaan kerugian negara sekitar Rp 2 triliun, tentu sebagai Mahasiswa kami merasa sangat resah dengan kelakuan politisi elit nasional yang terus membuat kasus seperti ini,” katanya.
Menurut dia, ada dua faktor hingga terjadi kasua tersebut, yang pertama kurangnya pengawasan dan pendeteksian masyarakat yang apatis kurang paham terhadap korupsi, dan yang kedua kurangnya komitmen presiden terhadap tindak pidana korupsi.
Ia menuturkan untuk mengatasi hal tersebut peran mahasiswa bisa pro aktif mengkapanyekan STOP KORUPSI. untuk memberantas korupsi di negeri ini tentu perlua adanya sinergitas dari semua golongan. Karena korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
“Saya berharap KPK dapat mengusut secara serius keterlibatan para pihak yang disebutkan dalam dakwaan. KPK juga harus menindak tegas para tikus berdasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 tentang pemberantasan tidak pidana korupsi,” pungkasnya.(Mentri Dalam Negeri BEM Untan, Adi Afrianto)