Hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menimbulkan pro dan kontra. Febri Diansyah selaku Juru Bicara KPK mengkritisi inkonsistensi fraksi Partai Politik (Parpol) terkait hal tersebut.
“Kami sayangkan sikap beberapa fraksi yang kemudian berubah,” ungkapnya di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (7/6/2017)
PAda saat paripurna di DPR mengesahkan kewenangan ini sebagai usulan DPR, beberapa fraksi seperti PAN, PKB, PKS dan Gerindra serta Demokrat, awalnya menolak mengirim perwakilan Panitia Khusus (Pansus). Meski demikian pada Rabu (7/6/2017), fraksi PAN, PKB dan Gerindra malah mengirimkan perwakilannya. Sikap itu pun menjadi pertanyaan, terlebih dari fraksi PAN.
Disebutnya nama Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais dalam kasus dugaan korupsi alat kesehatan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dikhawatirkan jadi sebab. Adapun 2 fraksi lain beralasan mengirimkan perwakilan untuk mengawasi pansus, agar tidak melemahkan KPK.
“Entah karena faktor apa meski mereka beralasan untuk penguatan KPK. Banyak bilang penguatan tapi merevisi UU KPK yang memangkas kewenangan KPK,” ungkap Febri.
Bertolak belakang, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang menyebut hak angket tidak menimbulkan masalah. Prinsipnya negara ingin mengawasi kinerja lembaganya.
“Intinya semua check and balances. Institusi apapun semua harus di check and balances. Harus dikoreksi. Kalau ada kekurangan harus di koreksi. Bila ada kelebihan harus di share ke yang lain. Jadi KPK terima itu,” ucapnya.
Yang terpenting, mekanisme pemberlakuan hak angket beserta aturannya harus diawasi betul. Agar tidak menjadi perusak usaha pemberantasan korupsi. Selama tidak menyentuh substansi kasus yang ditangani KPK, pihaknya akan menerima.