Nasional

Jelang Ramadan dan Idul Fitri, Tarif Dasar Listrik Malah Naik Duluan

Posted on

Rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) jelang Ramadan dan Idul Fitri dinilai suatu kebijakan yang tak bijak. Berbagai kalangan menilai, kebijakan pemerintah tersebut tidak pro rakyat.

“Harusnya pemerintah mengevaluasi BUMN yang telah merugi bukan malah membebani rakyat dengan kenaikan TDL,” kata Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo), Bastian P Simanjuntak, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (3/5/2017).

Menurutnya, kenaikan TDL pasti akan diikuti dengan kenaikan harga-harga kebutuhan hidup. Sehingga, lanjut dia, akan sangat terasa bagi rakyat. “Regulasi ini yang harus diantisipasi pemerintah, jangan asal saja menaikan TDL tanpa melakukan kajian mendalam,” terang dia.

Bastian menerangkan, kenaikan TDL 30 persen sejak periode Januari harus pula dibarengi dengan kinerja yang baik. Lesunya penjualan listrik pada kuartal-I 2017 menjadi peringatan rendahnya kinerja PLN meskipun argumen yang dibangun pemerintah karena ekonomi yang sedang lesu.

Picu Inflasi

Kebijakan tak populis tersebut dianggap akan memicu inflasi tinggi. Bahkan lebih tinggi dari target pemerintah di empat persen. Jika begitu, maka yang paling sengsara adalah rakyat miskin sekalipun bukan pengguna listrik 900 VA.

“Kenaikan TDL 900 VA ini harus di-managable. Karena sekalipun yang mengalami itu (kenaikan TDL 900 VA) kelas menengah justru dampaknya akan memicu inflasi tinggi. Jika inflasi tinggi maka rakyat miskin akan terkena dampaknya,” kata pengamat ekonomi senior, Umar Juoro di Jakarta.

Dirinya mengingatkan, saat ini angka kemiskinan relatif masih tinggi sekalipun mengalami penurunan dari angka 11,3 persen menjadi 10,7 persen di tahun 2016 lalu.

Dia menegaskan, kebijakan kenaikan TDL ini muaranya harus bisa diantisipasi oleh pemerintah. Karena sekalipun pengguna listrik 900 VA ini kelas menengah-menengah, tapi tetap berdampak ke masyarakat miskin.

Memberatkan

Terpisah, anggota DPR Rofi Munawar menilai kenaikan TDL tahap III sangat memberatkan masyarakat. Karena kenaikan tersebut bertepatan dengan meningkatkannya beban pengeluaran masyarakat jelang bulan suci Ramadhan. Sehingga masyarakat akan mengeluarkan pengeluaran yang ekstra. Sementara pendapatan yang diperolehnya setiap bulan tidak bertambah.

“Kenaikan TDL meskipun dilakukan bertahap selama tiga kali sepanjang Tahun 2017, namun praktis tidak banyak perubahan kebijakan mitigasi yang berarti dari Pemerintah dalam sektor kelistrikan bagi konsumen akhir (end user). Sehingga pada akhirnya kenaikan sangat terasa berat” disampaikan oleh Rofi Munawar di Jakarta.

Secara faktual berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sejak awal Januari TDL telah menyumbang inflasi sebesar 0,30 persen bersama dengan kelompok perumahan, air, gas, dan bahan bakar. Berdasarkan data tersebut, oerlu kecermatan Pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat.

“Kami mendorong Pemerintah untuk menùnda kenaikan TDL dan memastikan segmen yang terkena sesuai dengan data yang baik dan benar,” ujar legislator asal Jawa Timur Ini.

Sementara itu Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menyebut, kenaikan tarif listrik ini membuktikan bahwa Jokowi tidak konsisten dengan kampanyenya dahulu. Tulus mengungkapkan bahwa dahulu, Jokowi berjanji tidak menaikkan tarif listrik.

“Memang kalau kita lihat kampanyenya Jokowi waktu capres itu tidak konsisten. Karena waktu itu tidak ada kenaikan tarif, malah mau turun tarif listrikya. Tapi sekarang malah pencabutan subsidi berimbas kenaikan tarif,” ujarnya.

Untuk diketahui, pemerintah di tahun ini melakukan kebijakan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) kapasitas 900 volt ampere (VA) secara bertahap per dua bulan mulai Januari 2017 lalu.‎

Tarif listrik golongan yang masuk dalam kategori Rumah Tangga Mampu (RTM) ini naik seiring pencabutan subsidi tahap ketiga yang berlaku mulai 1 Mei 2017. Kini, 19 juta pelanggan pengguna golongan 900 VA harus membayar Rp 1.352 per kWH untuk penggunaan listrik mereka.

Terbanyak Dibaca

Exit mobile version