Nasional
Dari Generasi Televisi Menuju Generasi Internet
Hampir semua tayangan televisi dalam beberapa tahu terakhir ini kering akan pendidikan. Mereka yang berada di belakangan panggung seolah-olah tidak memperdulikan esensi televisi sebagai media pembelajaran.Tak ayal, peran ibu sangat diperlukan untuk menanamkan serta menyeleksi acara-acara televisi yang baik dan tidak baik untuk anak-anaknya.
Sebagai orang tua, tentu kita tidak ingin anak-anaknya menirukan tayangan televisi yang bukan acara di usianya. Misalnya sinetron, gosip, kekerasan, dan lain sebagainya yang berpotensi memengaruhi mental anak.
Harus diakui bahwa acara-acara televisi dalam beberapa dekade ini hanya mengejar ratting daripada kualitas televisi.Bagi mereka, yang penting diterima oleh masyarakat tanpa memperdulikan efeknya terhadap perkembangan anak.Masalah edukasi pertelevisian dinomorsekiankan.
Yang penting, ratting mereka naik sehingga memasok banyak iklan yang selanjutnya menebalkan pendapatan televisi.Inilah realita yang terjadi hingga kini.Televisi yang mengedukasi hampir punah.Maka dari itulah, keberadaan orang tua terutama ibu sangat diperlukan untuk menanamkan kesadaran serta menyeleksi acara yang pantas bagi anak-anaknya.
Kapitalisme Televisi
Pada hakekatnya, televisi menjadi media informasi yang sangat penting untuk memerikan informasi kepada publik.Keberadannya dalam penyebaran informasi menanggalkan media-media lain seperti surat kabar, majalah, dan lain sejenisnya.
Berdasarkan hasil survie yang dilakukan oleh Nielsen Audience Measurement pada 2012 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia yang menonton televisi mencapai 95%.kemudian disusul Internet dengan 33%, radio 20%, surat kabar 12%, tabloid 6%, dan majalah 5%.
Lebih dati itu, penggemar televisi pun sangat didominasi oleh anak-anak. Badan Pusat statistik (BPS) pada tahun 2006 mencatat, penduduk dengan usia di atas 10 tahun yang menonton TV jumlahnya 85,86% dan yang membaca surat kabar 23,46%. Selanjutnya pada tahun 2009, penduduk yang menonton TV mencapai 90,27% dan membaca surat kabar 18,94%. Pada tahun 2012 menunjukkan, penduduk yang menonton TV berjumlah 91,68% dan yang membaca surat kabar berjumlah 17,66%.
Namun sayang, keberadaan televisi hanya menjadi benalu di tengah-tengah krisis moral bangsa.Berbagai acara yang tidak pantas dipertontonkan justru semakin terbuka untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Terutama bagi sebagian besar masyarakat yang cenderung pasif menikmati apa saja yang disuguhkan di layar televisi. Mereka sangat mudah tergiring oleh arus tayangan acara televisi yang notabene justru pembodohan terstruktur.
Selain itu, akar masalah dari acara televisi yang tidak mendidik tidak terlepas dari peran pemilik media.Pemilik media saat ini mayoritas adalah mereka-mereka dari golongan kaum kapitalis.Mereka adalah orang-orang yang berorientasi pada keuntungan semata.Semua hal benar-benar diukur melalui pundi-pundi uang.
Terdapat beberapa modus tayangan acara televisi yang tidak mendidik yang digagas oleh para kapitalis.Pertama, meningkatkan ratting. Tayangan televisi semakin sering dipertontonkan biasanya di-setting dengan menggunakan alur yang berliku.Tujuannya untuk menggiring penonton untuk terus mengikuti tayangan acara tersebut. Sebut saja, tayangan sinetron siluman harimau yang saat ini masih kejar tayang dan tetap survive di salah satu televisi terkemuka. Padahal sudah jelas-jelas tayangan acara tersebut sama sekali tidak masuk. Dengan begitu, sangat gamblang bahwa tujuan sebenarnya hanya satu yaitu untuk meraup keuntungan semaksimal mungkin dengan rating yang melejit.
Kedua, mencari popularitas. Untuk memperoleh popularitas stasiun televisi akan gencar menayangkan acara dengan membidik sejumlah artis populer dan sensasional. Misalnya saja, reality show yang setiap minggu mengisi layar kaca publik yang menayangkan kehidupan rumah tangga pasangan selebritis yang tengah naik daun.Mereka adalah pasangan Raffi Ahmad dan NagitaSlavina. Adanya pasangan selebritis tersebut akan semakin membuat stasiun televise terkait popular dan diganderungi oleh masyarakat.
Ketiga, menarik minat penonton.Tidak jarang untuk menarik minat penonton, para kapitalis juga menampilkan tayangan yang berkedok sosial.Seperti trik yang dilakukan oleh para calon pemimpin daerah saat mempromosikan diri, para kapitalis seolah-olah sangat peduli terhadap nasib rakyat miskin.Beberapa stasiun televisi berlomba-lomba mengentaskan kemiskinan dengan membangun rumah, membelikan perabotan rumah, pemberian sejumlah uang, dan lainnya.Kendati demikian, semua itu hanya terlihat mempesona di layar televisi saja.
Peran Orang Tua
Masalah yang muncul atas absennya orang tua adalah terlalu sibuk.Artinya, mereka sibuk bekerja seharian mengejar karir.Sementara anak-anaknya di belakangan dibiarkan begitu saja.Mereka bebas mengonsumsi acara-acara yang tidak senonoh.Bahkan, anak-anaknya hanya dipasrahkan kepada pembantunya.Padahal, pembantu hanya bisa menjaga.Pembantu tidak sepenuhnya memahami acara-acara televisi yang pantas untuk anak-anaknya.
Karena itulah, peran orang tua terutama ibu sangat dibutuhkan untuk menanamkan pendidikan literasi pertelevisian terhadap anak. Literasi pertelevisian sangat penting bagi anak-anak untuk ditanamkan agar mereka mengerti dan memahami acara-acara apa yang pantas untuk ditonton dan tidak. Seorang ibu dituntut untuk lebih aktif memantau anak-anaknya baik siang maupun malam agar tidak terjebak pada acara televisi yang tidak mendidik.