Nasional
Ini Fatwa Bergaul di Media Sosial Versi MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah keluarkan fatwa mengenai hukum serta dasar bermuamalah lewat sosial media. Fatwa itu mengharamkan gibah, fitnah serta adu domba atau namimah.
Fatwa yang diteken Ketua Komisi Fatwa MUI Prof DR H Hasanuddin AF, MA serta sekretarisnya, DR HM Asrorun Ni’am Sholeh itu berisi beragam pertimbangan. Salah satunya, penggunaan media digital terutama sosial media di dalam orang-orang kerapkali tidak dibarengi dengan tanggung jawab.
Karena itu, seringkali medsos jadi fasilitas untuk penyebaran info yg tidak benar, hoaks¸ fitnah, gibah, namimah, isu, pemutarbalikan kenyataan, ujaran kebencian, permusuhan, kesimpangsiuran, ian hal terlarang yang lain yang menyebabkan disharmoni sosial.
Pertimbangan yang lain yaitu pemakai medsos kerapkali terima serta menebarkan informasi yang belum pasti benar dan berguna. Hal yang dilandasi ketidaktahuan maupun kesengajaan itu dapat menyebabkan mafsadah atau rusaknya di tengah orang-orang.
“Setiap muslim dilarang mencari-cari aib, kekeliruan, serta atau hal yg tidak disenangi oleh orang lain, baik individu ataupun grup, terkecuali untuk maksud yang dibenarkan dengan syar’y seperti untuk penegakan hukum atau mendamaikan orang yang bertikai (ishlah dzati al-bain), ” catat MUI dalam fatwa bernomor 24 Th. 2017 itu.
“Tidak bisa menebarkan info untuk menutupi kekeliruan, membetulkan yang salah serta menyalahkan yang benar, bangun opini supaya seakan-akan sukses serta berhasil, serta maksud sembunyikan kebenaran dan menipu khalayak, ” sekian tertulis dalam satu diantara poin di fatwa MUI itu.
MUI juga mengambil keputusan fatwanya mengenai buzzer yang cuma menebar hoaks, fitnah serta adu domba untuk keuntungan ekonomi maupun noneknomi. MUI dengan tegas mengharamkan buzzer type itu.
“Aktivitas buzzer di sosial media yang jadikan penyediaan info diisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, isu, serta beberapa hal lain semacam jadi profesi untuk peroleh keuntungan, baik ekonomi ataupun non-ekonomi, hukumnya haram. Demikian pula orang yang menyuruh, mensupport, menolong, memakai layanan serta orang yang memfasilitasinya. ”
Spesial untuk penyebaran info di medsos, MUI juga mengingatkan umat Islam supaya memerhatikan content, azas manfaat, kelayakan, konteks saat serta tempat, dan tidak tidak mematuhi hal orang lain.
Menurut MUI, umat Islam dalam bermuamalah dengan sesama, baik didalam kehidupan riil ataupun sosial media harus mendasarkan pada keimanan serta ketakwaan, kebajikan (mu’asyarah bil ma’ruf), persaudaraan (ukhuwwah), sama-sama wasiat bakal kebenaran (alhaqq), dan mengajak pada kebaikan (al-amr bi al-ma’ruf) serta menghindar kemunkaran (al-nahyu an al-munkar).
Karenanya, MUI juga mengharuskan beberapa ulama serta tokoh agama menyosialisasikan pemakaian sosial media dengan bertanggungjawab dengan mendorong pemanfaatannya untuk kemaslahatan umat serta menghindar mafsadat yang diakibatkan. Diluar itu, orang-orang butuh ikut serta dengan lebih luas dalam memakai sosial media untuk kemaslahatan umum.
“Pemerintah butuh memberi teladan untuk mengemukakan info yang benar, berguna, serta jujur pada orang-orang
supaya melahirkan keyakinan dari umum, ” pinta MUI di bagian referensi fatwa.