Nasional

Fadli Zon dan Fahri Hamzah Dalam Dugaan Kasus Suap Pajak

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan tetap menyelidiki kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh dua pimpinan DPR, Fadli Zon dan Fahri Hamzah, serta artis Syahrini dan pengacara Eggy Sudjana.

Wakil Ketua KPK, Basariah Panjaitan, mengatakan dugaan penggelapan pajak oleh keempat orang tersebut masih merupakan informasi awal. Kendati demikian, lanjutnya, sebagai lembaga antirasuah, pihaknya akan mencari pelanggaran pidana.

“Setiap informasi yang kami terima sekecil apa pun itu menjadi bahan penyidik untuk penentuan, penetapan tersangka. Tapi, apa pun info yang kita terima akan menjadi bahan penyidik di dalam kasus ini,” kata Basariah di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/3).

Seperti diketahui, nama Fadli Zon, Fahri Hamzah, Syahrini, dan Eggy muncul dalam sidang pemeriksaan Kepala Subdirektorat Bukti Permulaan Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Handang Soekarno, dalam sidang tindak pidana korupsi, Senin (20/3). Handang merupakan tersangka kasus penerima suap pengurusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP).

Saat di persidangan, jaksa menunjukkan surat bukti pajak yang ditemukan penyidik KPK saat menggeledah isi tas Handang. Surat bukti permulaan tindak pidana pajak atas nama penyanyi Syahrini cs.

Basariah juga akan menyelidiki dokumen pajak dari setiap usaha milik empat orang yang namanya disebut. “Ya, termasuk itu semua kesaksian itu akan dipelajari oleh penyidik. Harus dipelajari dulu. Apakah buktinya cukup untuk meningkatkan dinaikan ke tingkat penyidikan,” katanya.

Menurut jaksa KPK, Moch Takdir Suhan, tujuan dirinya menunjukkan bukti itu karena ada dugaan wajib pajak yang ditangani oleh Handang, melakukan tindak pidana perpajakan sehingga dilakukan investigasi bukti permulaan.

Menanggapi hal itu, Fadli Zon mencurigai motif politik di balik tudingan pelanggaran pajak yang diarahkan terhadap dirinya. Motif tersebut ditengarai oleh karena tindakan dirinya dan Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Fahri Hamzah, ikut dalam Aksi Bela Islam tanggal 4 November 2016.

Sementara itu, penyanyi Syahrini membantah terlibat dalam kasus dugaan suap pajak. Di hadapan wartawan saat konferensi pers, Minggu (26/3), Syahrini memperlihatkan bukti kuitansi pembayaran pajak dirinya yang jumlahnya mencapai miliaran rupiah.

“Saya punya buktinya kok, ini bukti kuitansi pembayaran pajak saya yang jumlahnya miliaran rupiah melalui bank. Kalau tidak percaya, silakan cek ke kantor pajak,” katanya.

Sedangkan pengacara Eggy Sudjana juga membantah keterlibatan dalam dugaan suap pajak. Ia menyatakan meski namanya disebut jaksa KPK dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Handang, dirinya tidak pernah dipanggil untuk dimintai klarifikasi.

“Tidak benar. Dipanggil aja tidak pernah. Kan kalau sudah di BAP artinya pernah dipanggil. Ini enggak pernah. Tiba-tiba nama saya muncul. Itu kan tidak fair, ini pencemaran dan sekaligus fitnah,” katanya.

Dalam sidang tersebut, jaksa KPK menunjukkan barang bukti berupa dokumen yang ditemukan dalam tas milik Handang. Dokumen itu berupa nota dinas yang dikirimkan kepada Handang tertanggal 4 November 2016.

Uang Suap

Sementara itu, dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (27/3), Presdir PT EK Prima Ekspor (EKP), Ramapanicker Rajamohanan Nair, mengakui uang suap yang dia persiapkan sebesar enam miliar rupiah juga ditujukan untuk Kepala Kantor Kanwil Dirjen Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhammad Haniv.

Ketika jaksa KPK, Moh Takdir Sulhan, menanyakan apakah enam miliar rupiah itu untuk Handang atau orang lain juga? Rajamohanan menjawab, “Beliau (Handang) sebut nama, menurut beliau bukan hanya beliau, tapi juga untuk Pak Haniv dan timnya.”

Rajamohanan didakwa menyuap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno, sebesar 148.500 dollar AS (1,98 miliar rupiah) dari komitmen enam miliar rupiah untuk Kakanwil DJP Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum DJP, Handang Soekarno.

Menurut Rajamohanan, ia pun sudah pernah bertemu dengan Haniv pada 27 September 2016 di kantor Haniv bersama dengan seorang pengusaha bernama Rudi Prijambodo Musdiono dan Chief Accounting PT EKP Siswanto untuk mengadukan permasalahan PT EKP, khususnya mengenai permintaan penghapusan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN) masa pajak Desember 2014 sebesar 52,364 miliar rupiah dan Desember 2014 sebesar 26,44 miliar rupiah atau total 78,8 miliar rupiah yang harus dibayar dalam waktu 30 hari.

“Pada 27 September saya bertemu Pak Muhammad Haniv, bersama Pak Rudi dan Siswanto. Ada juga staf Pak Haniv namanya Pak Hilman. Saya ceritakan semua dan, menurut Pak Haniv, kalau benar harus dicabut silakan ajukan pembatalan STP yang tidak benar, lalu kami ajukan permohonan STP yang tidak benar,” ungkap Rajamohanan.

Setelah itu, Rajamohanan masih mem-follow up permintaannya ke Haniv melalui WhatsApp. “Saya sangat panik karena bagaimana pun caranya saya harus bertemu Pak Muh Haniv karena 78 miliar rupiah ini kalau tidak dibayar 30 hari maka menyangkut ratusan karyawan. Maka saya panik, lalu setelah bertemu saya follow up melalui WhatsApp,” tambah Rajamohanan.

Selain minta bantuan kepada Haniv, sebelumnya Rajamohanan juga sudah minta bantuan kepada rekannya sesama pengusaha yaitu Arif Budi

Sulistyo yang belakangan diketahui adalah Direktur Operasional PT Rakabu Sejahtera di Solo yang juga adik ipar Presiden Joko Widodo.

To Top