Nasional

Deretan Putusan Vonis Penodaan Agama yang Pernah Terjadi di Indonesia

Kasus penodaan agama mendapat perhatian tinggi di Indonesia. Kasus yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bukanlah kasus satu-satunya yang membuat heboh. Ada sederet kasus lainnya.

Selama 40 tahun terakhir, ada juga sederet kasus penodaan agama yang membuat heboh. Dimulai dari sastrawan HB Jassin pada 1968 lalu hingga yang saat ini menjadi sorotan dunia yakni kasus yang menyeret Ahok ke jeruji besi.

Reaksi masyarakat terhadap kasus tersebut begitu tinggi. Bahkan ada gerakan massa yang masif dilakukan hingga lebih dari 3 kali yang menuntut Ahok mendapat hukuman seberat-beratnya. Pada Juni 2006 lalu, Indonesia juga dihebohkan dengan Lia Aminuddin alias Lia Eden yang menyebarkan ajaran ‘Surga Eden’.

Indonesia memiliki peraturan terkait larangan penodaan agama melalui Pasal 156 a KUHP. Peraturan tersebut kini tengah disorot Badan HAM PBB. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan akan membahas kemungkinan mengkaji kembali isi dalam pasal itu.

“Ya itu kan termasuk waktu saya di Jenewa kemarin dalam sidang UPR (Universal Periodic Review). Ada keinginan-keinginan seperti itu, ada rekomendasi yang dilakukan tentang reduce minority, tentang kebebasan berekspresi, tentang kebebasan melakukan ibadah, dan lain-lain,” kata Yasonna di kantornya di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (10/5/2017).

“Jadi saya kira itu nanti secara bertahap akan kita bahas bersama. Perlu kajian yang mendalam yang sudah ada putusan-putusan mengenai hal itu,” sambung Yasonna.

Berikut deretan kasus penodaan agama yang heboh di Indonesia:

1. HB Jassin Gambarkan Tuhan Lewat Cerpen

Kasus ini terjadi pada 1968 dan mencuat lantaran cerpen Langit Makin Mendung yang diterbitkan oleh sastrawan HB Jassin. Dalam cerpen ada penggambaran Allah, Nabi Muhammad dan Jibril, yang dalam ajaran agama Islam hal itu dilarang.

Akibatnya kantor majalah Sastra di Jakarta diserang massa. Jassin telah meminta maaf namun tidak dapat lepas dari jeratan hukum. Dia dijatuhi hukuman percobaan selama satu tahun.

2 Ajaran Sesat Lia Eden

Lia Aminuddin alias Lia Eden menjadi pemimpin sekte Tahta Suci Kerajaan Tuhan. Dalam ritual mereka, ada pemimpin yang mengaku sebagai Allah dan Jibril. Lia dan petinggi sekte tersebut divonis 2 tahun 6 bulanb penjara. Mereka terbukti bersalah melakukan penistaan agama.

Dalam berkas putusannya, Lia terbukti melakukan penistaan agama karena telah menyebarkan 4 risalah kepada berbagai institusi termasuk Presiden RI pada tanggal 23 November hingga 2 Desember 2008.

Selain itu, hal yang memberatkan antara lain perbuatan Lia telah mengancam kerukunan umat beragama, tidak menyesali perbuatannya dan Lia pernah dihukum penjara pada kasus serupa pada tahun 2006. Adapun hal yang meringankan adalah ia berlaku sopan selama proses pengadilan.

Selain Lia, pengikut sekte Tahta Suci Kerajaan Tuhan, Wahyu Andito Putro Wibisono, juga divonis 2 tahun penjara. Ia terbukti bersalah karena berperan dalam mengetik dan membantu menyebarluaskan risalah Lia Eden.

3. Kasus Penistaan Arswendo Atmowiloto

Pimpinan Redaksi tabloid hiburan Monitor, Arswendo Atmowiloto pernah terlibat kasus penistaan agama. Monitor menyiarkan hasil angket pembaca yang memilih tokoh dikagumi.

Hasilnya menempatkan Presiden saat itu, Soeharto di urutan pertama dan Nabi Muhammad di urutan ke-11. Hasil tersebut memicu kontroversi dan sejumlah aksi sehingga Arswendo dijerat dengan pasal-pasal KUHP terkait penodaan agama dan divonis dengan hukuman lima tahun penjara.

Sedangkan pada saat banding di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, Arswendo akhirnya dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara.

Ia menegaskan, sama sekali tidak ada niat untuk menodai atau menistakan agama tertentu terkait dengan survei tersebut.

4. Menyimpang dari Alkitab, Pendeta Hadassah Dihukum Penjara

Heidi Euginie atau dikenal dengan pendeta Hadassah Werner dilaporkan oleh eks jemaat kristiani Gereja Bethel Tabernakel (GBT) karena telah menyebarkan ajaran yang menyimpang dari Alkitab.

Salah satu ajaran Hadassah yang sangat meresahkan adalah ibu kandung dianggap hanya sebagai jalan lahir, sehingga kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan dirinya yang merupakan ibu rohani.

Tindakan Hassadah didakwa dengan pasal penodaan agama yakni Pasal 156 huruf a KUHP yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dengan sengaja di muka umum.

Dia dituntut hukuman penjara selama 2 tahun oleh jaksa penuntut umum(JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kamis (26/7/2012).

“Menuntut pada majelis hakim untuk menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan seperti yang didakwakan. Menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan memerintahkan agar terdakwa untuk tetap ditahan,” ujar JPU P Sihite saat membacakan tuntutannya.

Khotbah-khotbah tersebut dinilai JPU telah menimbulkan keresahan para orang tua yang anak-anaknya menjadi pengikut terdakwa juga keresahan ditubuh umat kristen. Hal-hal yang memberatkan terdakwa yaitu karena terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan sehingga menyulitkan pemeriksaan. Sementara hal yang meringankan yaitu karena terdakwa belum pernah dihukum.

5. Robek Kitab Suci, Pria Solo Dihukum 1,5 Tahun Penjara

Andrew Handoko Putra dijatuhi vonis penjara 1 tahun 6 bulan penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Semarang pada Maret 2017. Dia terbukti sengaja merobek kitab suci meski dalam keadaan mabuk atau tidak sadar.

“Menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan penjara,” kata hakim Pudji Widodo dalam persidangan, Senin (20/3/2017).

Hakim Pudji mengatakan terdakwa sebagai sarjana kedokteran yang berpendidikan tidak punya alasan tidak mengetahui kesalahan yang diperbuat.

“Terdakwa secara pendidikan mempunyai pendidikan tinggi karena sarjana kedokteran, sehingga tidak ada alasan untuk tidak mengetahui. Sehingga unsur kesengajaan terpenuhi,” ujar hakim.

Andrew yang merupakan warga Solo didakwa karena merobek kitab suci di kamar kos mantan pacarnya di Green Park Lavender, Jalan Pleret Raya Sumber Banjarsari, Solo pada 31 Oktober 2016.

Dia merusak beberapa barang termasuk kosmetik dan sabun yang disiramkan ke baju. Kemudian ia membuka tas mantan pacarnya dan merobek-robek buku termasuk kitab suci di dalamnya.

6. Hina Agama Hindu, Ibu Rumah Tangga di Bali Dibui 14 Bulan

Rusgiani (44) dipenjara 14 bulan karena menghina agama Hindu. Ibu rumah tangga itu menyebut canang atau tempat menaruh sesaji dalam upacara keagamaan umat Hindu dengan kata-kata najis.

Kasus bermula saat Rusgiani lewati di depan rumah Ni Ketut Surati di Gang Tresna Asih, Jalan Puri Gadung II, Jimbaran, Badung, pada 25 Agustus 2012. Saat melintas, dia menyatakan canang di depan rumah Ni Ketut najis. Canang adalah tempat sesaji untuk upacara agama Hindu.

“Tuhan tidak bisa datang ke rumah ini karena canang itu jijik dan kotor,” kata Rusgiani seperti tertulis dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Kamis (31/10/2013).

Menurut Rusgiani, dia menyampaikan hal itu karena menurut keyakinannya yaitu agama Kristen, Tuhan tidak butuh persembahan. Rusgiani mengaku mengeluarkan pernyataan itu spontan dan disampaikan di hadapan tiga orang temannya.

7. Hina Agama Islam di YouTube, Abraham Sujoko Dibui 2 Tahun

Pengadilan Negeri (PN) Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada Abraham Sujoko. Warga Desa Banggo, Kecamatan Manggelewa itu mengatakan Kakbah adalah batu berhala dan pernyataannya itu diunggah di YouTube.

Kasus bermula saat Abraham menggunggah video pidatonya di Youtube pada Desember 2013. Dalam video pribadi itu, Abraham menghina agama Islam, salah satunya mengatakan jika Kakbah hanyalah batu berhala.

Hal itu pun memancing reaksi masyarakat setempat dan melaporkan Abraham ke kepolisian. Alhasil pria kelahiran 31 Agustus 1970 itu pun harus merasakan dinginnya jeruji besi mulai 14 Desember 2013.

Tidak berapa lama, Abraham duduk di kursi pesakitan. Abraham didakwa melanggar pasal 156a KUHP atau pasal 27 ayat 3 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik (ITE).

Setelah digelar persidangan, majelis hakim menilai Abraham terbukti melanggar UU ITE itu. Yaitu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak membuat dan mentransmisikan dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Abraham Sujoko alias M Faluid Muka Safa yaitu dengan pidana penjara selama 2 tahun,” putus majelis hakim PN Dompu seperti dilansir di websitenya, Kamis (26/6/2014).

8. Pemimpin Gafatar Ahmad Musadeq Dihukum 5 Tahun Penjara

Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ahmad Musadeq. Adapun anak Musadeq, Andri Cahya dihukum 3 tahun penjara. Mantan petinggi Gafatar itu dinyatakan terbukti menodakan agama oleh majelis hakim PN Jaktim

“Menjatuhkan hukuman selama,” kata ketua majelis hakim M Sirad di PN Jaktim, Jalan Sumarno, Penggilingan, Jakarta Timur, Selasa (7/3/2017).

Sebelumnya Musadeq dituntut 12 tahun penjara dan Andri dituntut 10 tahun penjara. Adapun pimpinan Gafatar lainnya, Mahful Muis dihukum 5 tahun penjara, sama dengan Musadeq. Majelis hakim meyakini ketiganya bersalah melakukan tindak pidana makar dan penodaan agama.

9. Ahok Divonis 2 Tahun Penjara

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dihukum 2 tahun penjara karena terbukti melakukan penodaan agama. Ahok disebut tidak berhati-hati terkait dengan penyebutan Surat Al-Maidah saat bertemu dengan warga di Kepulauan Seribu.

“Terdakwa sebagai orang beragama, apalagi ingin menyebut simbol keagamaan di depan umum, seharusnya terdakwa berhati-hati dan harus menghindari penggunaan kata konotasi negatif yang bersifat merendahkan, melecehkan, atau menghina simbol keagamaan tertentu, baik itu agama lain maupun agama terdakwa sendiri. Karena hal itu bisa menimbulkan keresahan kalangan umat beragama, kecuali kajian ilmiah terbatas,” ujar hakim membacakan pertimbangan hukum dalam sidang vonis Ahok di auditorium Kementan, Jl RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017).

Majelis hakim menyinggung keterangan Ahok dalam pemeriksaan terdakwa yang mengaku mengingat Pilkada Bangka Belitung saat berada di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016.

“Terdakwa terbayang saat di Bangka Belitung, jangan-jangan ini karena pengaruh Al-Maidah. Karena waktu terdakwa ikut pemilihan Babel, ada ibu-ibu tidak mau memilih terdakwa karena Surat Al-Maidah sehingga membuat terdakwa mengucapkan Al-Maidah. Menurut pengadilan adalah alasan ini tidak dapat diterima karena itu hanyalah asumsi terdakwa yang tidak didukung bukti,” sambung hakim.

To Top