Ratusan ribu buruh dipastikan akan kembali turun ke jalan dalam memperingati Mayday atau Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2017 mendatang.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, pesan yang disampaikan bahwa buruh dan masyarakat masih jauh dari kata sejahtera.
“Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang katanya pro terhadap orang kecil, namun faktanya tidak demikian. Kebijakan yang diambil tidak berpihak pada orang kecil termasuk buruh,” ujar Said di Jakarta, Jumat (21/4).
Menurut Said, ada tiga kebijakan Presiden Jokowi yang tidak pro terhadap buruh. Pertama menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 78/2015 yang membatasi kenaikan upah. Kedua mengeluarkan kebijakan pemagangan berkedok pendidikan, di mana orang yang bekerja hanya dikasih uang saku.
Dan ketiga adalah menetapkan PP Nomor 45/2015 yakni nominal iuran dan besaran manfaat jaminan pensiun yang sangat kecil. “Oleh karenanya pada Hari Buruh Internasional buruh yang tergabung dalam KSPI akan turun ke jalan,” katanya.
Selain aksi dan orasi, juga diadakan pagelaran rakyat dan buruh. Seperti marching band, pembacaan puisi, teatrikal buruh, lagu-lagu perjuangan. “Aksi ini akan dilakukan bersama-sama antara KSPI dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI),” ujarnya.
Ungkap Said, aksi ini cermin dari kepedulian dan keseriusan buruh Indonesia dalam memperjuangkan perubahan ke arah lebih baik. Selain di Jakarta, aksi buruh serentak akan digelar di berbagai Provinsi seperti Aceh, Sumatera Utara , Kepulauan Riau, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Kalimantan Selatan.
Tema besar yang akan diangkat KSPI dan buruh Indonesia dalam aksi May Day tahun ini adalah HOSJATUM. HOS singkatan dari hapuskan outsourcing dan pemagangan.
Sistem kerja outsourcing, tuturnya adalah praktik perbudakan modern yang tidak memberikan kepastian kerja dan masa depan bagi kaum buruh. “Oleh karena itu, sistem kerja eksploitatif seperti ini harus dihapuskan,” katanya.