Jakarta – Pemerintah ubah aturan impor barang yang dilakukan via online atau e-commerce. Sebelumnya aturan impor barang minimal seharga USD 75 atau Rp 1 juta (USD 1= Rp 13,971) menjadi USD 3 atau Rp 41 ribu dan mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
“Bahwa menjawab tuntutan daripada masyarakat usaha, juga masyarakat umum bahwa pemerintah masih harus melakukan perlindungan kepada pengusaha dalam negeri, yang memproduksi barang-barang yang head to head dengan barang-barang kiriman yang terutama di bawah USD 75,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Pambudi, di Kementerian keuangan, Jakarta, Senin (23/12/2019).
Dengan diberlakukannya aturan baru, maka barang impor seharga di atas USD 3, dikenakan tarif bea masuk pajak. Adapun tarifnya yakni 7,5 persen untuk bea masuk, PPN 10 persen, PPh 10 persen dengan NPWP, sedangkan tanpa NPWP dikenakan PPh 20 persen.
“Yang sekarang ini barang kiriman di bawah USD 75 diberikan fasilitas biaya masuk dan pajak dalam rangka impor, diturunkan bebas bea masuk jadi USD 3,” jelas Heru.
Menurutnya, terdapat beberapa kebijakan yang diterapkan untuk melakukan penyesuaian nila pembebasan (de minimis), untuk treshold ditetapkan beberapa kebijakan, yakni menurunkan bea masuk untuk melindungi para pelaku usaha di Indonesia, yang menjual barang-barang di e-commerce seperti sendal, tas, kerajinan, makanan, dan lain sebagainya.
Kebijakan selanjutnya, yakni merubah dari yang sebelumnya ambang batas USD 1 atau Rp 13,971, yang artinya juga kena pajak.
“Tidak ada batas, sesuai prinsip tidak mengenal de minimis,” ungkapnya.
Tarif Khusus
Selain itu, pemerintah juga membedakan secara khusus tarif untuk tiga komoditi, yaitu produk tas, sepatu, dan garmen atau baju. Dikarenakan, beberapa sentra-sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk dari Cina.
Sehingga untuk tiga komoditi tersebut, tetap diberikan de minimis untuk bea masuk sampai dengan USD 3 dan selebihnya dikenakan tarif normal atau Most Favoured Nation(MFN)
- Bea Masuk untuk tas 15% – 20%
- Sepatu 25% – 30%
- Produk tekstil 15% – 25%.
- PPN 10%
- PPh 7,5% – 10%
“Kenapa seperti itu, karena untuk melindungi pelaku usaha di Cibaduyut, Cihampelas, Tajur, Tasikmalaya, dan sebagainya,” jelasnya.
Ia pun mengatakan bahwa kebijakan tersebut diambil, untuk menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari beberapa asosiasi Industri Kecil Menengah (IKM), Kementrian Perindustrian, asosiasi Forwarder (ALFI), dan pengusaha retail atau distributor offline.