Aktifnya kembali Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta mendapat sorotan serius dari sebagian kalangan anggota DPR RI.
Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Senin (13/2/2017) siang berkumpul di ruangan Wakil Ketua DPR RI dari Partai Gerindra, Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Pertemuan ini untuk membahas rencana mengusulkan Hak Angket yang mereka sebut sebagai “Ahok Gate”.
Usai menggelar pertemuan, Fraksi Partai Gerindra sepakat menjadi motor pembentukan Pansus.
Mereka mempertanyakan sikap pemerintah yang tidak memberhentikan sementara terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dari posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Sebanyak empat fraksi DPRD menyampaikan penolakan atas kembali aktifnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI. Mereka menolak melakukan rapat bersama eksekutif.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI Syarif mengatakan keempat fraksi yang menyatakan sikap adalah Gerindra, PKS, PPP, dan PKB. Langkah itu diambil sebagai sikap mereka atas keputusan Kemendagri tidak menonaktifkan Ahok, yang kini berstatus terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama.
“Mau berkirim surat, ke Mendagri sebagai tanggapan belum clear-nya penyelesaian pemberhentian gubernur yang berstatus terdakwa. Nah, sambil menunggu surat tanggapan keluar, sementara empat fraksi, yakni Gerindra, PKS, PPP, PKB, menunggu jawaban dari Kemendagri, akan tidak melakukan rapat bersama eksekutif,” kata Syarif
Menurut Syarif, meski menolak rapat bersama, keempat fraksi itu tetap akan menjalankan tugas sebagai Dewan. Dia mengatakan pengaktifan kembali Ahok sebagai gubernur adalah keputusan yang menyimpang.
“Kita tetap melaksanakan tugas Dewan, tapi rapat yang terkait eksekutif kita pending dulu semua menunggu tanggapan dari Kemendagri,” ujar Syarif.
Syarif menyebut surat yang nantinya mereka kirimkan ke Kemendagri itu berisi desakan segera menyelesaikan soal pengaktifan dan status Ahok.
“Kurang-lebih di dalam peraturan perundang-undangan, pendapat kami sudah jelas bahwa Ahok itu terdakwa. Karena itu, kembalinya Gubernur Ahok yang ada sertijabnya, menurut pendapat empat fraksi itu sudah dianggap menyimpang,” sambungnya.
Syarif pun mengatakan langkah yang diambil ini juga untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Penyimpangan, katanya, berpotensi untuk merusak tatanan yang ada.
“Ini tidak ada urusan dengan pilkada. Kalau misalnya kita rapat bersama eksekutif kan segala keputusannya harus ditanggung bersama, kemudian siapa yang memberikan otoritas atas sebuah keputusan kan ada di gubernur. Segala keputusan terkait penyelenggara pemerintahan itu menjadi batal karena status yang belum clear,” tutur Syarif.