Pada segmen pertama debat, semua kandidat benar-benar memanfaatkan momen debat dan panggung ini untuk menjawab keraguan atau mengkonfirmasi berita miring yang dilemparkan kepada mereka.
Pada sesi ini Ahok lebih menekankan bahwa kesantunan itu sangat penting, ia mengakui kelemahan dan akan memperbaiki diri terutama soal santun, dan dia berulangkali menyebut kata santun di segmen pertama seakan-akan dia berusaha meyakinkan publik bahwa dia sudah berubah, kemudian Ahok melanjutkan memaparkan pengalaman kerjanya selama ini sebagai petahana.
Anies memperlihatkan gayanya yang khas, akademisi yang menyuguhkan ide gagasan dan lebih menekankan keadilan&kesejahteraan serta keberanian menolak reklamasi.
Agus selama sesi pertama beliau selalu menjawab pertanyaan dan belum ada memberi kesempatan kepada Mpok Sylvi, seperti ingin memperlihatkan kepada publik bahwa dia memang bisa menguasai panggung, dan terlihat memang dia bisa membuktikan dan menampik kebimbangan publik soal kapasitasnya dalam menguasai panggung, itu yang mau ditunjukkan Agus dalam debat sesi pertama.
Pada sesi kedua, tentang pertanyaan cara mengatasi kemiskinan: Agus dengan program bantuan langsung tunai 1 milyar per-RW, mendapat reaksi dari Ahok-Djarot, jangan beri ikan tapi beri kail, pasangan Ahok Djarot berpandangan bahwa yang bekerja dialah yang memetik hasilnya.
Sebagai petahana Ahok-Djarot sangat mudah memaparkan program yang telah mereka lakukan, bukan lagi akan melakukan ini dan seterusnya atau janji namun Ahok menyampaikan bahwa beliau jago di tataran implementatif bukan retorika atau hapalan semata, tidak sekedar gombal dan sekedar tiupan angin syorga. Kemudian Anies Sandi memaparkan bahwa ikan dan kail tidak akan ada artinya kalau tanpa kolam.
Anies-Sandi memiliki program pertumbuhan dan pendampingan UKM sehingga lahir banyak pengusaha, dan menurut Anies-Sandi Pemda DKI Jakarta selama ini belum bisa menumbuhkan banyak UKM.
Sandi menyentil-mensentul keadaan pemda DKI Jakarta, masyarakatnya makin jauh ketimpangan antara kaya dan miskin, kaya makin kaya, miskin semakin miskin.
Pada sesi ketiga, soal pertanyaan penggusuran, Agus-Sylvi menjelaskan akan melakukan pembangunan Jakarta yang manusiawi tanpa menggusur dan akan memberikan bantuan-bantuan. Ahok disindir mau membuang orang miskin dari Jakarta, menurut Agus yang dibuang kemiskinannya bukan orang miskinnya, oto kritik Agus.
Ahok-Djarot memaparkan bahwa yang mereka lakukan selama ini untuk kebahagian masyarakat, seolah olah selama ini kami ngak peduli sama orang miskin dan menyingkirkan orang miskin, memindahkan orang yg tinggal dikolong/pinggir sungai ke rusun yang manusiawi, diberi bantuan pendidikan dan seterusnya.
Ahok menyindir lawannya “jangan memberi janji-janji bantuan hanya untuk dipilih, kasihan rakyat”. Sementara Anies mengeluarkan kartu mati untuk Ahok dengan mengingatkannya pada janji kontrak politik 5 tahun yang lalu tentang Kampung Deret yang pernah dijanjikan Ahok untuk dibangun.
Menurut Anies pembangunan harus dilakukan dengan baik, banyak contoh negara yang memiliki rumah-rumah tersusun bagus di pinggir sungai dan dia akan mewujudkan janji- politik Ahok 5 tahun yang belum ditunaikan Ahok.
Sesi keempat, Ahok menyindir mpok Sylvi, zaman mpok Sylvi bersama Foke yang kredit macet, masyarakat masuk penjara, bagaimana mau mengontrol dana yang ada, ditangkis dan dipatahkan oleh Agus “inilah masalahnya kalau pemimpin yang bawaannya curigaan melulu sama rakyatnya” curiga masyarakat akan masuk penjara, bagaimana tidak berpikir nanti kalau masyarakat sukses.
Kesimpulan :
1. Agus telah dapat menampik kebimbangan orang tentang kapasitas dalam penguasaan konten debat, maklum latar belakang militer, habbitnya garis komando dan tak terbiasa berdebat, sulit dalam bicara di depan umum, namun ternyata dapat menguasai panggung, menghapus kecurigaan dan keraguan publik selama ini. Wajar ada kecurigaan, sebab ada beberapa kali diundang debat namun ngak pernah menghadirinya.
2. Debat berlangsung dinamis ketiga calon saling beradu gagasan, awalnya berlangsung dua arus (polaritas bipolar) yakni Ahok (petahana) melawan Anies dan Agus, dua melawan satu, wajar karena Ahok sebagai incambent. Ahok-Djarot tentu menang soal pengalaman dan enak memaparkan bentangan emperis kinerjanya, namun di sisi lain tentu kelemahan-kelemahan Ahok selama menjabat menjadi titik serang atau peluru yang siap ditembakkan Agus dan Anies.
3. Pertahanan yang paling bagus itu menyerang, ibarat sepak bola, karena incambent, Ahok seringkali diserang, namun semakin diserang semakin membahayakan lawan. Kharakter Ahok dengan pola menyerang, bisa menjadi lumbung elektoral bagi beliau. Ketika ada serangan balik yang bergerak cepat, anti peluru Ahok lumayan meng-counter peluru yang ditembakkan Agus dan Anies.
Namun setelah sesi 3, Ahok paling banyak menyerang dan terlihat emosional, namun debat di awal, Ahok tidak jadi dirinya sendiri, aslinya belum kelihatan, justru nampak ngak menguasai konten. Namun Ahok tampil memukai dan cukup gemilang ketika dengan pola menyerang dan kembali ke kharakter asli dirinya. Dalam debat tersebut terjadi perang asimetris, dinamis dan saling lempar bola dan perang saling sindir ketiga calon, misalnya Ahok menyendir Mmpok Sylvi saat bekerja dengan Foke, sedangkan Ahok disindir soal penggusuran sementara Anies disindir Ahok soal kelemahan beliau berpikir sebagai dosen tapi bukan tataran kerja, hapalan dan hanya pintar retorika.
4. Dalam mengambil intuisi hati rakyat masing-masing menonjolkan program unggulannya. Agus dengan bantuan langsung, 1 M per-RW, pemerintah yang punya hati nurani, harus membantu masyarakat miskin yang sudah tak ada kanyil dan tidak ada energi untuk menangkap ikan. Ahok dengan kerja-kerja yang telah dilakukan dan akan diteruskan, Anies dengan ketegasan menolak reklamasi, program Oka Oce, pertumbuhan UKM serta perhatian pada rakyat kecil (menghilangkan ketimpangan ekstream yang miskin dan kaya).
5. Ada pertanyaan dan kartu mati bagi Ahok soal masyarakat menagih janji Ahok membangun Kampung Deret namun belum terealisasi, Anies kembali mempertanyakan kontrak politik 5 tahun lalu. Selanjutnya soal kemenangan masyarakat Kampung Duri di pengadilan, bukan kemenangan semu dan meminta pemprov ganti rugi kepada masyarakat. Kesalahan fatal Ahok dalam mengusur, nampak tanpa hati-hati dan kebijakannya perlu dikoreksi dan di evaluasi dalam soal mengusur.
6. Terkait pertanyaan komitmen untuk menyelesaikan jabatan sebagai gubernur 5 tahun, Agus dan Ahok tampak seperti tidak punya komitmen, dugaan saya, pilkada DKI Jakarta hanya sebagai batu loncatan ke tangga Pilpres, mengikuti pendahulunya yaitu presiden Jokowi tempo dulue. Hanya Anies secara terang-benderang dan punya komitmen yang sudah mantap menyelesaikan 5 tahun masa jabatannya sebagai gubernur.
7. Soal reklamasi, hanya pasangan Anies yang paling berani dan tegas sikapnya menolak reklamasi, sementara Agus dan Ahok tidak jelas ujung ceritanya, reason-ny dibuat mengambang dan semakin tak jelas.
8. Sangat disayangkan debat perdana DKI Jakarta yang diselenggarakan KPU, menjadi ajang saling serang simbol fisik, lebih ke personal misalnya kata kata yang ngak tepat digunakan seperti dosen, hapalan, hanya bisa retorika dan seterusnya, mestinya tetap pada karidor adu gagasan, program, tingkat jelajah eksplorasi lebih dalam pada visi-misi. Debat selanjutnya, KPU DKI harus mengingatkan kandidat agar tak ada lagi saling serang simbol fisik, karen bisa memecah.
9. Calon gubernur yang janji politik dan programnya yang bisa di realisasikan (implementatif) dan masuk akal tidak utopis, itu lah gubernur pilihan rakyat untuk dipilih.
10. Debat gubernur pilkada DKI Jakarta 2017 yang diselenggarakan KPU DKI Jakarta lebih top markotop dibandingkan debat pilpres 2014. Debat pilgub bercita rasa pilpres. Hampir semua kandidat merebut panggung, tampil gemilang dan piawai dalam menjawab semua pertanyaan. Semoga rangkaian debat selanjutnya lebih kinclong dan top. (RB/yopi)
Penulis adalah Pengamat Politik dan Direktur Eksekutif Voxpol Center: Pangi Syarwi Chaniago