Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pembacaan surat tuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-elektronik (KTP-e) dengan terdakwa Irman dan Sugiharto Kamis (22/6/201&) menyebut peran Ketua DPR Setya Novanto.
Irman selaku terdakwa I dalam kasus tersevut adalah bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sedangkan Sugiharto adalah bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen.
Jaksa Wawan Yunarwanto saat membacakan surat tuntutan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, itu menyampaikan, Andi Agustinus alias Andi Narogong menawarkan kepada terdakwa I Irman dan terdakwa II Sugiharto, ‘kalau berkenan Pak Irman nanti bersama Pak Giarto akan saya pertemukan dengan Setya Novanto’.
“Lalu terdakwa I (ber-)tanya, ‘Buat apa?’. Dijawab oleh Andi Agustinus, ‘Masak nggak tahu Pak Irman? Ini kunci anggaran. Ini bukan di Ketua Komisi II. Kuncinya di Setya Novanto’. Dibalas oleh Terdakwa I, ‘O..begitu’,” kata Jaksa Wawan membacakan surat tuntutan JPU.
Menurut Jaksa, menindaklanjuti kesepakatan itu, beberapa hari kemudian pada sekitar pukul 06.00 WIB di Hotel Gran Melia Jakarta para terdakwa bersama-sama dengan Andi Agustinus dan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini, bertemu dengan Setya Novanto.
Dalam pertemuan itu, lanjut JPU, Setnov menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan KTP-e. “Guna mendapatkan kepastian mengenai dukungan Setya Novanto tersebut, beberapa hari kemudian Terdakwa I dan Andi Agustinus menemui Setya Novanto di ruang kerjanya di Lantai 12 Gedung DPR RI,” ungkap Jaksa.
JPU melanjutkan, dalam pertemuan tersebut, terdakwa I dan Andi Agustinus meminta kepastian atas kesiapan anggaran untuk proyek penerapan KTP-e. Atas pertanyaan tersebut, tulis JPU, Setya Novanto mengatakan, ‘Ini sedang kita koordinasikan. Perkembangannya nanti hubungi Andi’.
“Sehingga atas bantuan Setya Novanto, konsorsium PNRI yang terdiri atas Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo dan PT Sandipala Artha Putra dapat memenangi proyek KTP-e dengan nilai kontrak Rp5,841 triliun,” papar JPU.
Jaksa melanjutkan, sampai dengan 2 Agustus 2012, Sugiharto telah melakukan pembayaran tahap 1-3 pada tahun 2011 serta pembayaran tahap 1-2012 yang seluruhnya berjumlah Rp1,979 triliun.
Berdasarkan laporan Andi Agustinus dan Anang S Sudihardja kepada Sugiharto, menurut Jaksa, sebagian uang yang diterima tersebut diberikan kepada Setya Novanto dan anggota DPR lainnya yang kemudian memicu perselisihan antara Andi Agustinus dan Anang karena tak bersedia memberikan uang lagi.
Atas perselisihan itu, Irman memerintahkan Sugiharto untuk mengadakan pertemuan dengan Andi Agustinus dan Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang S Sudihardjo, di Senayan Trade Center guna mencari solusi atas perselisihan itu namun keduanya tak mencapai kesepakatan.
“Oleh karena itu Andi Agustinus marah sambil mengatakan Kalau begini saya malu dengan SN (Setya Novanto), ke mana muka saya dibuang, kalau hanya sampai di sini sudah berhenti,” ungkap Jaksa lagi.
Berdasarkan fakta-fakta hukum itu, JPU berkesimpulan bahwa adanya pertemuan antara para terdakwa, Andi Agustinus, Diah Anggraini dan Setya Novanto di Hotel Gran Melia menunjukkan bahwa telah terjadi pertemuan kepentingan (meeting of interest).
Pertemuan kepentingan tersebut, menurut Jaksa, terjadi antara Andi Agustinus yang merupakan seorang pengusaha dan berkepentingan untuk dapat mengerjakan proyek, para terdakwa selaku birokrat pada Kemendagri yang bertugas melaksanakan pengadaan barang/jasa serta Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar yang mempunyai pengaruh dalam proses penganggaran pada Komisi II DPR RI, yang saat itu diketuai oleh Burhanuddin Napitupulu yang juga berasal dari Fraksi Golkar.
Pertemuan kepentingan tersebut, masih menurut Jaksa, merupakan perbuatan permulaan untuk mewujudkan delik, karena pada dasarnya setiap orang yang hadir dalam pertemuan itu menyadari dan menginsyafi bahwa ia bertentangan dengan hukum serta norma kepatutan dan kepantasan.
“Terlebih pertemuan tersebut dilakukan di luar jam kerja yakni pukul 06.00 WIB serta adanya upaya yang dilakukan oleh Setya Novanto untuk menghilangkan fakta, yakni dengan cara memerintahkan Diah Anggraini menyampaikan pesan kepada terdakwa I jika ditanya penyidik KPK agar menjawab tidak mengenal Setya Novanto,” tegas jaksa.
Dalam perkara ini terdakwa I mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dituntut 7 tahun dan pidana denda sejumlah Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS dan Rp2,248 miliar serta 6.000 dollar Singapura subsider 2 tahun penjara.
Sedangkan terdakwa II mantan Direktur PIAK Kemendagri Sugiharto dituntut 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan serta kewajiban membayar uang pengganti Rp500 juta subsider 1 tahun penjara.
Keduanya dinilai terbukti bersalah berdasarkan dakwaan kedua dari pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp2,3 triliun.