Presiden Joko Widodo ( Jokowi) meyakini, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Untuk bisa merealisasikannya, dirinya meminta setiap pemangku kepentingan mendukung pengembangan para pembuat aplikasi digital.
Namun demikian, mahalnya tarif internet yang berlaku di operator dinilai tidak sejalan dengan visi Indonesia untuk menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara (ASEAN) pada 2020.
“Kasus peretasan website Telkomsel oleh hacker usil terjadi karena tarif layanan internet yang relatif mahal dari operator tersebut. Itu tindakan koreksi untuk meninjau kebijakan tarifnya,” kata Ketua BEM Mahasiswa Universitas Sam Ratulangi Manado Rinaldo CH dalam keterangan resminya, Rabu(3/5).
Masyarakat di kawasan Indonesia Timur menurutnya juga merasakan hal yang sama. Apalagi dengan pembedaan tarif dengan pembagian per-wilayah yang dilakukan oleh salah satu operator dominan dinilai tidak mencerminkan nasionalisme dan pemerataan harga yang tengah gencar di upayakan pemerintah di seluruh Indonesia.
“Kami pun juga merasakan hal yang sama untuk layanan internet dan telepon yang sangat mahal, wajar saja jika netizen atau masyarakat marah,” sambungnya.
Seharusnya tidak boleh ada diskriminasi dan juga tidak membeda-bedakan tarif. Apalagi dengan tujuan Indonesia di bidang digital pada 2020, yang tentunya harus didukung dengan ketersediaan jaringan internet dan tarif yang terjangkau masyarakat.
“Harus ada nasionalisme tarif, bukan mengkotak-kotakkan wilayah, untuk mendukung visi digital yang ingin digapai pemerintah,” ujarnya.
Sebelumnya, pengamat telekomunikasi STMIK Handayani Makassar, Kamaruddin mengatakan, peretasan situs operator Telkomsel beberapa waktu lalu sebagai protes atas mahalnya tarif internet di tanah air harus disikapi dengan bijak. Pemerintah diminta untuk meninjau kembali kebijakan tarif internet operator telekomunikasi yang dinilai memberatkan konsumen.
“Ini momen untuk berbenah ya, baik di sisi keamanan maupun juga penerapan tarif ke pelanggan sehingga tidak perlu terjadi lagi di masa depan,” ungkapnya.
Selain masalah tarif yang mahal, saat ini masih terjadi ketimpangan akses data di Indonesia Timur. Selain akses internet yang terbatas di kota-kota besar, juga dikuasai operator dominan sehingga masyarakat tidak punya banyak pilihan.
“Dari kejadian ini operator dan regulator harus berkaca bahwa masih ada masalah di sini yang harus diselesaikan bersama,” katanya.