Nasional

Sistem e-budgeting Sukses Turunkan Korupsi dan Pemborosan Anggaran

Sistem perencanaan penganggaran berbasis elektronik (e-budgeting) sudah terbukti mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dan pemborosan anggaran tersistem. Korupsi dan pemborosan anggaran daerah awalnya hanya pada tahap implementasi proyek di lapangan. Anggaran disunat kanan-kiri sehingga menurunkan spesifikasi proyek. Namun, belakangan korupsi sudah tersistem yakni sudah dimulai ketika menyusun anggaran.

Sistem e-budgeting menangkal celah pencurian uang rakyat dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan demikian, mestinya tak ada lagi birokrat atau politikus waras yang menolak sistem ini.

Sistem ini juga bukan sesuatu yang luar biasa. Bila isu ini mendapat perhatian, itu karena ada pihak-pihak yang alergi. Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama adalah sosok yang bisa disebut sebagai “juru kampanye” penerapan e-budgeting. Padahal ia bukan satu-satunya dan kepala darah pertama yang menggunakannya. Pemerintah Kota Surabaya lebih dahulu menerapkannya sebelum Jakarta. Selama dua periode kepemimpinan kepala daerah di Surabaya, sistem ini terbukti lancar. Maka, Ahok mengirimkan tim untuk mempelajari dan membangun sistem e-budgeting yang bisa diterapkan di Jakarta.

Apalagi Ahok dengan suara keras telah memberikan pelajaran berarti kepada warga mengenai bagaimana para pencuri uang rakyat bermain. Sebelum e-budgeting diterapkan, tikus-tikus anggaran punya peluang memasukkan program siluman, yakni program yang dimasukkan dalam rancangan APBD tanpa sepengetahuan dan persetujuan para pengampu penyusunan APBD. Modus lain, angka dalam beberapa mata anggaran diubah.

Warga Jakarta tentu masih ingat adanya dugaan anggaran yang mencapai triliunan di RAPBD DKI Jakarta diselundupkan menjelang sidang paripurna pengesahan. Dana ini sebelumnya merupakan bagian dari total bujet RAPBD namun penggunaannya dibelokkan tidak sesuai dengan skala prioritas dan kepentingan pembangunan. Ahok mencoret rencana anggaran Rp 8,8 triliun. Dengan sistem e-budgeting, para pencuri anggaran akan kepergok karena setiap pemasukan entri data bakal terekam secara otomatis, siapa maupun kapan waktu memasukkan.

Sistem e-budgeting juga memungkinkan setiap orang bisa mengakses data anggaran yang disusun oleh pemerintah daerah sehingga mencegah upaya penggelapan dana atau kecurangan dari birokrasi setempat pada tingkat implementasi nanti. Item program dan kebutuhan yang mengada-ada pun dapat dipantau oleh warga. Warga bisa langsung melayangkan keluhan jika mencurigai data yang tidak semestinya. Mereka juga bisa memastikan apakah dana pajak yang telah dibayarkan sudah digunakan sebagaimana mestinya.

Sistem pendataan keuangan pun bisa berlangsung secara efisien dan efektif. Dengan menggunakan sistem dan jaringan terpadu, maka pemerintah daerah bisa langsung mengendalikan dan mengevaluasi secara langsung. Di saat bersamaan, warga juga bisa berperan aktif dalam mengawal data yang telah tersimpan secara online tersebut. Dengan demikian sistem ini menjamin transparansi dan akuntabilitas keuangan pemerintah daerah (pemda) kepada masyarakat. Prinsip keterbukaan data informasi keuangan ini diatur dalam Permendagri 13/2006. Peraturan inilah yang menjadi pedoman penerapan sistem e-budgeting untuk setiap instansi pemerintahan daerah di Indonesia.

Dengan berbagai alasan, belum semua daerah di Indonesia menerapkannya. Secara nasional, belum sampai separuh dari seluruh wilayah yang menggunakannya. Kita mengapresiasi upaya Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) yang menjalin kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), untuk menerapkan e-budgeting di seluruh daerah.

Khusus Jakarta, sinyal positif sudah dilontarkan Wakil Gubernur DKI Jakarta versi hitung cepat, Sandiaga Uno. Sandi menyatakan akan meneruskan sistem penganggaran ini.

DPRD DKI Jakarta yang selama ini terkesan berseberangan dengan eksekutif, kita harapkan tak lagi merasa gerah. Harus diingat, politikus yang menolak sistem ini bisa-bisa disebut tidak mendukung pemberantasan korupsi, bahkan bisa dituding punya maksud ingin menggerogoti APBD.

Kita seharusnya sudah meninggalkan pembicaraan soal setuju dan tidak mengenai penerapan e-budgeting. Setiap pemerintah daerah seharusnya sudah berpikir maju yakni bagaimana menciptakan pemerintahan yang bersih. Selain sistem penyusunan anggaran, perlu diimplementasikan pula sistem-sistem lain dalam pelaksanaan proyek dan bidang lainnya. Selain itu, setiap daerah tinggal memikirkan bagaimana mempersiapkan sumber daya manusia untuk dapat menjalankan sistem ini, termasuk bagaimana menangkal pembobol sistem yang terkomputerisasi ini.

To Top