Nasional

Pengacara-Pengacara Kondang Di Tengah Pusaran Kasus Korupsi E-KTP

Pengacara Elza Syarief Diminta Tutup Mulut Soal Korupsi e-KTP

Pengacara Elza Syarief mengaku pernah diminta tutup mulut soal kasus e-KTP oleh pihak tertentu.

Menurut Elza, kejadian tersebut terjadi pada 2013, ketika dirinya masih menjadi pengacara mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

Elza mengatakan, hal itu dia ketahui melalui Nazaruddin. Menurut Nazaruddin, kata Elza, ada sejumlah pengacara yang menegurnya dan mengancamnya kalau masih berbicara kasus e-KTP.

“Disebut oleh Nazar lawyer-lawyer itu menegur saya dengar keras dan mengancam kalau saya terus bicara-bicara masalah e-KTP itu, saya bisa dilaporkan melanggar kode etik terus juga bisa dilaporkan ke kepolisian,” kata Elza, saat ditemui di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (10/5/2017).

Elza tidak tahu pengacara yang disebut Nazaruddin itu terlibat dalam kasus e-KTP atau tidak. Yang pasti, kata dia, saat itu dirinya hanya mengikuti permintaan Nazaruddin sebagai kliennya.

“Saya bilang tidak memberi keterangan apapun saya hanya menyampaikan apa permintaan klien. Kemudian kan memang ditanya oleh wartawan dan itu juga kan untuk umum, saya bilang gitu,” ujar Elza.

Elza sebelumnya mengatakan, pemeriksaannya oleh penyidik KPK sebagai saksi kemungkinan ada kaitannya dengan posisinya yang dulu pernah menjadi pengacara Nazaruddin.

“Ini kan kaitannya karena dulu saya pernah (jadi) kuasa hukum dari Nazaruddin (mantan Bendahara Partai Demokrat). Nazaruddin inilah yang sebagai whistle blower pengungkapan kasus eKTP pada tahun 2013,” sebut Elza.

Elza justru tidak tahu mengapa dirinya diperiksa untuk Andi Narogong.

“Jadi dengan kaitan itulah (Nazaruddin) saya diperiksa. Dengan Andi Narogong sendiri saya tidak pernah mengetahuinya,” ujar Elza.

“Secara riil saya enggak pernah kenal dengan Andi Narogong tetapi mungkin berkaitan dengan sebagai kuasa hukum dari Nazaruddin yang sebagai whistle blower terhadap kasus e-KTP ini,” ujar Elza.

Farhat Abbas Minta KPK Segera Tuntaskan Korupsi e-KTP

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk menetapkan seluruh penerima dana proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sebagai tersangka, termasuk sejumlah anggota DPR.

Langkah tersebut dinilai diperlukan untuk menbongkar secara tuntas kasus korupsi tersebut. “Nama-nama yang sudah disebutkan, yang terlibat e-KTP ini untuk segera  ditetapkan sebagai tersangka,” kata pengacara Farhat Abbas saat mendampingi Eza Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/5/2017).

Pada hari ini, Elza diperiksa sebagai saksi kasus korupsi proyek e-KTP dengan tersangka pengusaha, Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Farhat pun berharap KPK dapat secara cepat menuntaskan kasus ini. ‎”Jangan sampai dengan semakin lama dan bertele-telenya kasus ini membuat mereka menghilangkan barang bukti, mempengaruhi pihak-pihak tertentu, saksi, dan yang lain,” ujarnya.

Kendati demikian, Farhat mengkritik kinerja KPK yang tidak segera memproses hukum nama-nama anggota DPR yang disebut “kecipratan” dana proyek e-KTP.

‎”Yani (Miryam S Haryani) yang jelas-jelas hanya menikmati secuil, sedikit saja sudah ditangkap dan di-DPO, kenapa anggota-anggota Dewan yang sudah disebutkan namanya tersebut sampai saat ini belum dinaikkan statusnya menjadi tersangka? Ada apa? Karena jangan sampai proses ini hanya menjadi iklan pencitraan. Iklan yang seolah-olah serius berantas e-KTP, tapi ternyata tidak,” tutur Farhat.

Sementara itu, Elza Syarif mengaku banyak mendengar dari M Nazaruddin mengenai nama-nama yang disebutkan ikut menerima uang e-KTP.

Elza pernah menjadi pengacara mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dia merupakan saksi yang membongkar kasus e-KTP.

Menurut Elza, Nazaruddin adalah pembuka kasus e-KTP pada tahun 2013. “Saya kuasa hukum Nazaruddin yang mendengar apa yang disampaikan Nazar dan juga menjelaskan apa yang ia sampaikan kepada KPK,” ucapnya.

Pengacara Hotma Sitompoel Kembalikan Uang E-KTP 400.000 Dollar AS kepada KPK

Pengacara Hotma Sitompoel menyerahkan uang 400.000 dollar AS kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Uang tersebut berasal dari proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Hal itu diakui oleh Hotma saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/5/2017).

“Sudah dikembalikan kepada KPK,” ujar Hotma kepada jaksa KPK.

Menurut Hotma, ia awalnya ditunjuk sebagai pengacara untuk mendampingi pejabat Kementerian Dalam Negeri yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya.

Pelaporan itu terkait proses lelang proyek e-KTP yang sedang berproses di Kemendagri.

Permintaan pendampingan hukum diajukan oleh kedua terdakwa, Irman dan Sugiharto.

Menurut Hotma, ia dikenalkan dengan Irman dan Sugiharto oleh Ketua Komisi II DPR, Chairuman Harahap.

Menurut Hotma, setelah melakukan pendampingan hukum, ia menerima honor sebesar 400.000 dollar AS dan Rp 150 juta.

“Saya melakukan hal terhormat dan dapat honor atas pekerjaan saya. Waktu diperiksa KPK, katanya itu bukan dari Kemendagri, maka saya merasa kurang terhormat menerima dan saya kembalikan,” kata Hotma.

Meski demikian, menurut Hotma, uang Rp 150 juta hingga saat ini masih ada di kantornya. Saat diperiksa penyidik KPK, hanya uang 400.000 dollar AS yang disebut terkait e-KTP.

To Top