Nasional

Pansus Angket Tuding Ada Penyimpangan Keuangan di KPK

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo mengaku bingung dengan permintaan anggota Pansus Hak Angket terhadap KPK yang menilai kejanggalan dalam pengelolaan keuangan lembaga antikorupsi yang diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama kurun waktu 2006-2016.

Hal itu diungkapkan anggota Pansus Angket setelah bertemu Ketua BPK hari Selasa (4/7/2017) kemarin.

Pansus mengklaim menemukan indikasi penyimpangan dalam tata kelola keuangan KPK. Terutama menyangkut SDM dan penyadapan KPK.

Tudingan kejanggalan yang disebut Pansus kata Agus tidak berdasar. Pasalnya, laporan keuangan KPK selalu mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK.

“Saya malah tidak tahu poinnya di mana karena kalau kita bicara masalah poin laporan keuangan, laporan keuangan kita itu selama ini belum pernah tidak WTP. Selalu WTP,” kata Agus kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (6/7/2017).

Menurutnya, dengan predikat ini, kalaupun ada temuan, Agus menyatakan, hal itu tidak terlalu signifikan dalam laporan keuangan KPK secara keseluruhan. Agus mengklaim, rekomendasi dari hasil audit BPK ini pun selalu dijalankan oleh pihaknya.

“Kalau WTP itu di belakangnya selalu ada rekomendasi apa yang dilakukan itu terkait perbaikan-perbaikan,” kata Agus.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan, memang ada temuan yang menjadi catatan BPK atas laporan keuangan KPK.

Salah satunya illegal payment, seperti pembayaran gaji pimpinan lama yang berakhir tugasnya itu di tengah bulan dan dibayar penuh.

Selain itu, illegal payment lainnya mengenai bantuan kepada penyidik KPK Novel Baswedan dan mantan Ketua KPK Abraham Samad saat menghadapi persoalan hukum.

BPK mempermasalahkan anggaran untuk membantu Novel dan Abraham Samad karena kasus yang menjerat keduanya sebelum bertugas di KPK.

“Tapi kemudian pertanyaan kita kan kalau dia tidak menjabat apa itu dipermasalahkan. Artinya temuan-temuan yang ada tidak material sehingga kecil-kecil selalu dapat WTP kalau material kita pasti tidak dapat WTP,” katanya.

Sementara soal penyadapan, Agus menegaskan, UU KPK memberikan kewenangan kepada lembaga antikorupsi untuk melakukan penyadapan. Selain itu, penyadapan yang dilakukan KPK pun harus melalui prosedur yang ketat.

“Penyadapan memiliki SOP yang sangat ketat tidak boleh sembarang. Itu selalu berjenjang sebagai indikasi awal yang sangat kuat kemudian minta persetujuan kepada pimpinan. Jadi tidak ada penyadapan yang liar,” katanya.

To Top