Nasional

Banyak Pihak yang Masih Menolak Wacana Full Day School

Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengenai pemberlakuan program sekolah 5 hari (Senin-Jumat) dengan sistem 8 jam belajar sehari pada tahun ajaran baru, Juli 2017 diminta dikaji ulang oleh berbagai kalangan. Bahkan dari kepala daerah, ulama hingga sekolah meminta agar rencana tersebut dibatalkan.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengaku akan membuat surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar menunda pelaksanaan full day school. Sebab di Jawa Timur masih mengutamakan pendidikan spiritual dan moralitas, seperti pendidikan di pesantren.

Soekarwo mengatakan, anak-anak usia sekolah di Jawa Timur akan sulit menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan yang akan diterapkan oleh Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy tersebut.

“Saya memang sudah memanggil Pak Saiful Rahman (Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur), agar full day school itu ditunda dulu. Jangan dijalankan dulu, berhenti dulu sambil dicarikan rumusan yang baik,” katanya, Sabtu (17/6).

Menurut Soekarwo, provinsi yang dipimpinnya ini memiliki pendidikan yang khas. Di mana pendidikan spiritual menjadi satu pondasi awal yang diterapkan sebelum nantinya pendidikan formal ditanamkan.

“Pemerintah Jawa Timur mempunyai keuntungan satu, spiritualnya kuat. Moralnya menjadi lebih kuat, itu (Diniyah Salafiyah) tinggal di atasnya mengisi tentang teknologi, tentang macam–macem, science and technology, bisa, tetapi basis terhadap spiritualitas dan moralitas ini jangan (dirubah),” ujarnya.

Bahkan, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan meminta penerapan sekolah lima hari dikaji ulang. Meski konsep yang diusung dalam aturan tersebut memiliki tujuan baik, tapi pelaksanaannya justru menuai beberapa persoalan.

“Mungkin nanti ada tabrakan kepentingan.
Terutama pada sekolah yang fasilitas dan daya dukungnya tidak memungkinkan,” kata pria yang akrab disapa Aher.

Menurutnya, ‎sekolah yang tidak memiliki daya dukung yang baik akan kesulitan menjalankan konsep tersebut. “Sehingga ini jadi persoalan,” terangnya.

Kekhawatiran tidak hanya datang dari kepala daerah. Ulama yang memimpin pondok pesantren dan madrasah diniyah menilai, penerapan program belajar delapan jam sehari itu akan membunuh pelan-pelan belajar di luar sekolah.

“Tadi disampaikan bahwa kyai-kyai Jawa Tengah dan PWNU secara resmi tadi ada, ini memohon Presiden (Jokowi) untuk mencabut dan meninjau ulang tentang program sekolah lima hari (full day school),” tegas Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Asrama Perguruan Islam (API) KH Yusuf Chudlori.

Kyai muda yang akrab disapa Gus Yusuf ini mengungkapkan para ulama keberatan program full day school. Mereka mengkhawatirkan program full day school itu akan membunuh pelan-pelan belajar di luar sekolah.

“Yang dikhawatirkan nanti akan istilahnya membunuh pelan-pelan madrasah diniyah, TPQ-TPQ, pengajian sore dan anak-anak nanti kehilangan akal kulturnya karena tidak berinteraksi dengan kegiatan kultural,” ungkap pria yang juga Ketua DPW PKB Jateng ini.

Kemudian, pengelola Sekolah Highscope Indonesia, Antarina F Amir menilai, penambahan jam belajar anak menjadi delapan jam dalam satu hari kurang tepat jika tujuannya untuk mengembangkan karakter anak didik. Sebab, lebih baik memikirkan atau memperbaiki suasana dalam proses belajar.

“Atmosfer suasana belajar ini sangat. berdampak sekali. Dalam prosesnya, sekolah harus menjadi tempat yang nyaman bagi anak didik,” ujarnya.

Selain itu, dia mengungkapkan, guru juga harus lebih kreatif ketika menyampaikan sebuah materi pelajaran. Misalnya, mengajarkan secara langsung bagaimana belajar bekerjasama.

“Lebih baik kalau menurut saya, konsen pada itu (memperbaiki atmosfer di sekolah). Dengan cara itu akan terjadi pengembangan karakter, karena ketika (murid) akan bekerja sama dengan yang lain, penguatan value (nilai) dan etika akan masuk ke situ (ke anak),” ujarnya.

Selain itu, lanjut Antarina, saat ini hukuman bagi anak didik yang membuat kesalahan masih menjadi paradigma di masyarakat. Padahal, hukuman bagi anak didik bukan solusi yang tepat karena akan memengaruhi kepercayaan diri anak didik.

Banyaknya keluhan dari sejumlah pihak membuat Mendikbud Muhadjir Efenndy siap untuk membenahi kebijakan tersebut.

“Pasti akan kita benahi toh. Inikan juknis (petunjuk teknis) juga belum di susun,” ungkapnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (14/6).

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini mengatakan sebetulnya kebijakan sekolah 5 hari untuk meringankan beban kerja para guru. Upaya itu dianggap sejalan Peraturan Pemerintah No.53/2010 tentang Disiplin PNS.

“Sebagai ASN itu ada PP nya bahwa kerja PNS itu 5 hari,” jelasnya.

Pernyataan ini disampaikan Muhadjir usai dipanggil Presiden Joko Widodo ke Istana. Dia tak ingin mengungkap isi pertemuannya dengan Jokowi. Pria kelahiran Madiun, Jawa Timur ini hanya menegaskan, sebagai pembantu dia wajib memenuhi panggilan Presiden.

“Ada (pembahasan) lah,” singkatnya.

Disinggung soal rencana kerja sama dengan madrasah dalam kebijakan pemberlakuan program sekolah 5 hari, Muhadjir belum bisa menjelaskan lebih jauh.

“Belum lah, nanti pelan-pelan. Sabar dulu, tahun ajaran baru kan masih cukup lama,” tutupnya.

To Top